Analisis

Dolar AS Terpuruk! Tapi Tak Menjamin Rupiah Menguat Pekan Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 September 2021 08:42
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Jebloknya indeks dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu membuat rupiah melesat lebih dari 1% ke Rp 14.260/US$ yang merupakan level terkuat dalam 10 pekan terakhir. Data tenaga kerja AS yang buruk membuat indeks dolar AS makin terpuruk, tetapi apakah rupiah mampu melanjutkan penguatan di pekan ini?

idr

Pada Jumat (3/9/2021), Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan data tenaga kerja yang menjadi acuan bank sentral AS (The Fed) dalam memutuskan kapan waktu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). 

Penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) bulan Agustus dilaporkan sebanyak 235.000 orang, jauh di bawah survei Reuters terhadap para analis yang memprediksi sebanyak 750.000 orang. Tingkat pengangguran dilaporkan turun menjadi 5,2% dari sebelumnya 5,4%, sesuai dengan hasil survei Reuters, kemudian rata-rata upah per jam tumbuh 0,6% lebih tinggi dari bulan Juli 0,4%.

Meski tingkat pengangguran turun dan rata-rata upah per jam naik, tetapi yang lebih dilihat pelaku pasar adalah NFP. Sebab, mencerminkan kemampuan negara dengan perekonomian terbesar di dunia menciptakan lapangan pekerjaan.

Rilis tersebut menguatkan ekspektasi The Fed baru akan melakukan tapering di akhir tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan mundur di awal tahun depan jika data NFP selanjutnya yang dirilis awal bulan depan juga buruk.

Alhasil, dolar AS terpuruk. Pada Jumat lalu melemah 0,21%, dan dalam sepekan 0,7%. Jika dilihat ke belakangan, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini sudah turun dalam 10 dari 11 hari perdagangan.

idr

Meski demikian, bukan berarti rupiah bisa menguat dengan mudah di pekan ini. Melihat posisinya di level terkuat 10 pekan, Mata Uang Garuda tentunya rentan mengalami koreksi. Apalagi, buruknya data NFP menunjukkan pelambatan ekonomi global kian nyata, yang tentunya tidak menguntungkan bagi mata uang emerging market seperti rupiah.

Sementara itu dari dalam negeri, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih menjadi perhatian. PPKM yang akan berakhir hari ini sudah pasti akan diperpanjang, tetapi pelaku pasar melihat berapa banyak wilayah lagi yang turun level, dan apakah akan ada pelonggaran lebih lanjut.

Selain itu, data cadangan devisa, tingkat keyakinan konsumen, serta penjualan ritel akan mempengaruhi pergerakan rupiah di pekan ini.

Secara teknikal, ruang penguatan rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih terbuka lebar setelah mampu bertahan di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100, dan MA 200. Artinya, rupiah bergerak di bawah 3 MA yang memberikan momentum penguatan.

Selain itu, rupiah juga sudah menembus ke bawah bullish trend line (garis warna merah) yang menguntungkan dolar AS.

Meski demikian, patut diperhatikan Indikator stochastic yang mulai masuk ke wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv



Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, ketika belum mencapai wilayah oversold, rupiah yang disimbolkan USD/IDR artinya ada risiko berbalik arah alias rupiah melemah.

Selama bertahan di bawah MA 200 di kisaran Rp 14.280 hingga Rp 14.290/US$, rupiah berpeluang terus menguat. Support terdekat berada di kisaran Rp 14.250/US$.

Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang menuju Rp 14.200/US$. Jika level tersebut ditembus, rupiah berpeluang menguat ke 14.170/US$ hingga Rp 14.150/US$ di pekan ini.

Sementara jika kembali ke atas MA 200, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.340/US$. Jika level tersebut dilewati, rupiah berisiko ke Rp 14.370/US$ hingga Rp 14.400/US$,

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular