
Terbang hampir 100% 3 Hari, Saham TOYS sedang 'Digoreng'?

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,22% pada perdagangan Rabu ini (1/9/21), harga saham-saham emiten berkapitalisasi pasar kecil yakni di bawah Rp 500 miliar kembali melesat kencang hingga membukukan kenaikan double digit.
Salah satu saham-saham mini tersebut adalah PT Sunindo Adipersada Tbk (TOYS) perusahaan mainan yang baru saja melantai di bursa Agustus tahun lalu.
Tercatat pada perdagangan hari ini TOYS berhasil melesat 20% ke level harga Rp 210/saham. Perdagangan juga tergolong ramai di angka Rp 82 miliar meski tercatat kapitalisasi pasar TOYS hanyalah Rp 304 miliar.
Kenaikan masif tak hanya dibukukan pada perdagangan hari ini, bahkan dalam 3 hari terakhir saham TOYS sudah terbang 89%.
Sejatinya perseroan baru saja merilis laporan keuanganya di mana tercatat pada kuartal kedua tahun 2021, TOYS hanya mampu membukukan keuntungan Rp 480 juta, turun 73% dari periode yang sama tahun lalu di angka Rp 1,79 miliar.
Kenaikan saham-saham berkapitalisasi pasar mini sejatinya sudah sering terjadi akhir-akhir ini.
Tim Riset CNBC Indonesia menilai, aksi 'goreng-menggoreng' saham ini sering diatribusikan kepada para influencer saham yang melakukan aksi pump and dump memanfaatkan kena animo kenaikan investor ritel, di mana mayoritas para pemain baru ini merupakan pemula di pasar modal sehingga mudah untuk dikelabui.
Influencer saham yang biasanya berkedok sebagai pengajar saham memborong saham-saham dengan low market cap di harga murah. Saham-saham dengan kapitalisasi pasar kecil dipilih karena harganya murah sehingga mudah untuk diangkat.
Katakan saja saham dengan kapitalisasi pasar Rp 40 miliar dengan jumlah saham beredar di publik sebanyak 20%, hal ini menununjukkan bahwa dengan memborong Rp 4 miliar saja sang influencer sudah menguasai mayoritas saham beredar sehingga sang ritel bergaya bandar ini sudah leluasa menggerakkan harga sahamnya.
Setelah harga saham di angkat, saham tersebut akan dipromosikan di sosial media sang influencer. Mulai dari yang secara gamblang dan terang-terangan memberikan rekomendasi beli, hingga yang secara malu-malu hanya memposting saham yang sedang naik tersebut dan atau memberikan kode. Aksi ini biasanya diberi jargon pom-pom oleh para pelaku pasar.
Hasilnya ketika para pengikutnya yang rata-rata merupakan investor ritel pemula berbondong-bondong masuk membeli saham tersebut, maka sang influencer yang leluasa melakukan aksi jual akan meraup untung yang sangat jumbo.
Setelah aksi jual selesai, tak jarang saham yang ditinggalkan sang influencer ini ambruk hingga ARB berjilid-jilid menyisakan para pengikutnya yakni ritel pemula, nyangkut di harga atas dan merugi parah.
Sejatinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator sudah memiliki regulasi yang melarangaksi pump and dump melalui peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Bab XI Pasal 91 yang berbunyi "Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek."
Selain melakukan aksi goreng saham yang menyebabkan kenaikan harga yang tentunya menyalahi aturan ini, seringkali para influencer ini juga menerapkan teknik bid palsu ketika melakukan aksi distribusi dimana sang influener memasang antrian beli di harga bawah agar permintaan beli seolah terlihat kuat.
Setelah distribusi selesai dilaksanakan, maka sang influencer akan mencabut bid palsu tersebut yang menyebabkan sahamnya tumbang secara mendadak. Perlu dicatat melakukan bid palsu ini juga melanggar aturan UU Pasar Modal Pasal 91 ini.
Sebagai hukuman pelanggaran aturan ini sejatinya sang influencer bisa dihukum berat seperti disebutkan di pasal 104 yang berbunyi "Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)."
Meskipun demikian sejatinya, pelaksanaan dan penegakan aturan ini oleh OJK masih sangat minim. Hal ini sangat berbeda dengan di luar negeri di negara maju dimana pasar modalnya sudah cenderung mature.
Di tahun 2020, eks CEO perusahaan mobil listrik Nikola (NKLA), Trevor Milton diciduk oleh SEC (Securities and Exchange Comission) alias OJK-nya Amerika Serikat, karena melakukan aksi pump and dump di saham NKLA.
Saham NKLA sempat melesat dari US$ 10/unit menjadi US$ 66/unit karena aksi ini sebelum akhirnya sang CEO pelaku pump and dump mengguyur saham NKLA turun kembali ke level US$ 10/unit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham