Top! Rupiah Tak Sentuh Zona Merah 2 Hari Beruntun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 August 2021 15:38
rupiah
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melanjutkan tren positif melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (24/2021).

Rupiah sukses kembali ke bawah Rp 14.400/US$ setelah kemungkinan tapering di tahun ini mulai diragukan pelaku pasar. Selain itu, sejak awal pekan kemarin rupiah tidak pernah mencicipi zona merah. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,28% ke Rp 14.370/US$. Setelahnya rupiah sempat memangkas penguatan hingga tersisa 0,11% di Rp 14.395/US$, yang menjadi level terlemah bagi rupiah hari ini, tetapi tidak pernah masuk ke zona merah.

Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.390/US$, menguat 0,14%. Dengan demikian, rupiah sukses membukukan 2 hari beruntun melawan dolar AS. Di awal pekan kemarin, rupiah juga sukses "menjajah" dolar AS, sepanjang perdagangan Mata Uang Garuda tidak pernah masuk ke zona merah. 

Pelaku pasar yang mulai ragu tapering akan dilakukan di tahun ini memuat indeks dolar AS turun tajam kemarin, bahkan sudah sejak Jumat lalu. Kemarin, indeks dolar AS merosot 0,6%, sementara Jumat lalu turun tipis 0,1%.

Sebelumnya pada pekan lalu, dolar AS begitu perkasa pasca rilis risalah rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang membuka peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini.

Tetapi tidak lama, kemungkinan tapering di tahun ini mulai diragukan pelaku pasar. Presiden bank sentral AS (The Fed) wilayah Dallas, Robert Kaplan, pada Jumat lalu mengatakan akan mempertimbangkan kembali tapering dalam waktu dekat jika penyebaran virus corona mengganggu pemulihan ekonomi AS.

Kaplan merupakan salah satu anggota The Fed yang hawkish atau pro pengetatan moneter. Sehingga komentarnya yang akan menunda tapering memberikan dampak signifikan ke dolar AS.

Selain itu, pertemuan Jackson Hole di AS yang seharusnya berlangsung selama 3 hari mulai Kamis (26/8/2021), akhirnya dilakukan secara daring pada hari Jumat akibat lonjakan kasus virus corona.

Pelaku pasar akan mencari petunjuk lebih detail mengenai tapering dalam pertemuan tersebut, sebab akan dihadiri oleh bank sentral, menteri keuangan, akademisi hingga praktisi pasar finansial di dunia.

Namun dengan diadakan secara daring, pelaku pasar melihat ada kemungkinan The Fed akan mempertimbangkan lebih dalam melakukan tapering di tahun ini, mengingat lonjakan kasus Covid-19 bisa memperlambat laju pemulihan ekonomi AS.

Dari dalam negeri, pemerintah menurunkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat level 4 menjadi level 3 di beberapa kabupaten di Jawa-Bali, termasuk Jabodetabek.

"Untuk pulau Jawa dan Bali, wilayah aglomerasi Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, dan beberapa wilayah kota/kabupaten lainnya sudah bisa berada pada level 3 mulai 24 Agustus 2021," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (23/8/2021).

Dengan penurunan tersebut tentunya ada beberapa pelonggaran lagi, yang bisa membuat roda bisnis berputar lebih kencang.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bank Indonesia Ahead The Curve Lagi

Bank Indonesia (BI) yang sekali lagi menunjukkan sikap ahead the curve, yang membuat rupiah mampu mempertahankan penguatan.

Ahead the curve, merupakan jargon yang sering kali disebutkan Gubernur BI Perry Warjiyo pada tahun 2018 lalu.

"Kebijakan suku bunga acuan akan ditempuh pre-emptif dan ahead the curve untuk stabilisasi nilai tukar di samping konsisten jaga inflasi agar terkendali,' papar Perry saat menaikkan suku bunga pada Mei 2018.

Jargon ahead the curve yang dimaksud Perry mengacu kepada sikap hawkish yang diterapkannya dalam merespons normalisasi tingkat suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral AS (The Fed).

Sikap tersebut kembali ditunjukkan Perry pagi ini yang membuka peluang kenaikan suku bunga di akhir 2022.

Sejak pandemi virus corona mendera Indonesia tahun lalu, BI sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak 125 basis poin (bps). Kini BI 7 Day Reverse Repo Rate berada di 3,5%, terendah sepanjang sejarah.

Namun MH Thamrin sudah mulai memikirkan mengenai kapan mengakhiri kebijakan moneter ekspansif. Jika data yang ada mendukung, maka bukan tidak mungkin suku bunga mulai dinaikkan pada akhir tahun depan.

"Sudah ada rencana exit policy dari BI dengan mengurangi likuiditas sedikit-sedikit. Baru kemungkinan akhir 2022 masalah suku bunga. Tentu saja ada data yang harus kita lihat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (24/8/2021).

Dengan proyeksi tersebut, artinya BI akan lebih dulu menaikkan suku bunga ketimbang The Fed. Sebab, The Fed baru akan menaikkan suku bunga pada tahun 2023.

Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot dalam rapat kebijakan moneter edisi Juni, dimana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. 11 diantaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular