
Terkuak! Alasan Singapura 'Kuasai' GoTo-Bukalapak-Shopee cs

3. Pasar Besar via IPO
Sejumlah perusahaan rintisan teknologi di Indonesia sedang dalam proses go public, dan salah satu di antaranya, PT Bukalapak.com Tbk (BUKA, telah menyelesaikan proses pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) dan resmi diperdagangkan di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) 6 Agustus lalu.
Sedangkan beberapa lainnya juga sudah mengumumkan rencana penawaran umum perdana dengan nilai jumbo.
Raksasa teknologi Indonesia yang baru saja melakukan kesepakatan merger, GoTo Group dikabarkan sedang dalam tahap persiapan dan sudah menyatakan rencananya untuk segera go public.
Sedangkan raksasa ride-hailing lain yang beroperasi luas di Indonesia, Grab mengumumkan pada bulan April bahwa mereka akan go public melalui merger SPAC (special purpose acquisition company, perusahaan 'cek' kosong) senilai US$39,6 miliar (Rp 574,2 triliun), salah satu kesepakatan 'cek kosong' terbesar yang pernah ada.
Beberapa perusahaan lain seperti Traveloka, Tiket.com dan J&T Express juga diisukan akan segera melakukan penawaran publik.
Meskipun BEI baru saja menuntaskan IPO terbesar sepanjang sejarah ketika Bukalapak resmi masuk jadi emiten publik, pasar saham lokal diprediksi belum memiliki kapasitas untuk menangani IPO raksasa, sehingga perusahaan seperti Grup GoTo menyatakan akan melaksanakan dual listing dan ikut terdaftar di bursa AS.
Akan tetapi untuk perusahaan yang nilai yang lebih kecil dari US$ 5 miliar (Rp 72,5 triliun) dapat memperoleh keuntungan dari pencatatan di pasar domestik, selain tujuan akhir start-up besar di Asia Tenggara adalah untuk memiliki IPO dual-listing.
4. Perkembangan Data Center RI
Menjamurnya perusahaan teknologi harus diimbangi dengan pusat data yang dapat diandalkan, yang tentu saja menjadi salah satu pertimbangan bagi para investor untuk masuk dan mendanai perusahaan rintisan teknologi di Indonesia
ADB dalam salah satu laporannya mencatat bahwa Indonesia saat ini sedang menyaksikan pertumbuhan pesat ekonomi digital dengan populasi usia produktif yang terus bertambah.
Selain itu jumlah pengguna internet juga mengalami peningkatan yang sebagian besar (85%) disebabkan oleh penetrasi ponsel pintar yang memberikan akses internet dan mampu mendukung ekspansi bisnis e-commerce Tanah Air.
Meskipun memiliki pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, bisnis data center yang merupakan tulang punggung ekonomi digital yang menyediakan layanan andal untuk berbagai platform di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan pemain-pemain lain di regional Asia Pasifik.
Kapasitas pasar data Tokyo mencapai 718 MW, Singapura berada di angka 357, Sydney mendekati 300 MW dan Hong Kong memiliki kapasitas data 283 MW.
Indonesia sendiri jauh tertinggal dengan besaran pasar diperkirakan sebesar 50 MW dan diperkiran tumbuh signifikan menjadi 120 MW di 2021, berdasarkan hasil riset Structure Apex.
Akan tetapi industri data center di Indonesia sendiri diprediksi akan tumbuh secara signifikan sampai dengan tahun 2025 dengan ukuran pasar mencapai US$ 618 juta atau setara Rp 8,96 triliun.
Kantor jasa professional terbesar di dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC) memerkirakan pasar global untuk edge data center akan tumbuh hampir tiga kali lipat menjadi US$13,5 miliar (Rp 195,75 triliun) pada tahun 2024 dari US$4 miliar (Rp 58 triliun) pada tahun 2017.
PWC juga menjelaskan terdapat beberapa tren yang membantu pertumbuhan edge data center kedepan yakni masuknya 5G, semakin maraknya penggunaan internet of things (IoT) yang membutuhkan latensi rendah serta perkembangan video streaming dan juga augmented reality (AR) & virtual reality (VR).
5. Inklusi keuangan RI yang Membaik
Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara, negara terpadat keempat di dunia, ekonomi terbesar ke-10 dalam hal paritas daya beli dan anggota G20.
Laporan 'World in 2050, PwC memperkirakan bahwa, pada tahun 2050, Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia.
Oxford Business Group mencatat sektor teknologi keuangan (fintech) Indonesia adalah salah satu yang paling dinamis dan kompetitif di dunia.
Raksasa teknologi baru ini termasuk satu perusahaan pembayaran digital, OVO, sementara yang lain menawarkan sejumlah opsi pembayaran terintegrasi dalam e-commerce, layanan ride-hailing dan pengiriman, dan pemesanan perjalanan.
Di sekelilingnya terdapat ekosistem yang berkembang pesat yang membantu memperluas inklusi keuangan ke segmen negara yang sebelumnya kurang terlayani.
Memang, pemerintah melihat fintech sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan inklusi keuangan, dan bukan sebagai ancaman bagi konsumen.
Menurut BI, pada November 2019 Indonesia memiliki 83,1 juta orang yang terpinggirkan secara finansial dan 62,9 juta bisnis tidak dapat membiayai operasi, banyak di antaranya berada di daerah terpencil.
Di luar pembayaran digital, area pertumbuhan signifikan lainnya untuk platform fintech adalah pinjaman, di mana pinjaman P2P adalah opsi online paling populer. Antara Desember 2018 dan Mei 2019, jumlah peminjam bulanan di platform fintech meningkat dari 4,3 juta menjadi 8,7 juta.
Catatan Kepemilikan
Jejak investasi GIC di Indonesia dapat dilihat dari kepemilikan saham di PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Bukalapak.Com Tbk (BUKA).
Pada 5 Agustus lalu, data BEI mencatat, GIC resmi melakukan pembelian saham Bukalapak sebanyak 1.600.797.400 saham atau setara dengan 1,553% modal disetor dan ditempatkan Bukalapak. Pembelian dilakukan pada harga Rp 850/saham dengan total dana yang dikucurkan mencapai Rp 1,36 triliun.
Sebelumnya, pemerintah Singapura dan otoritas MAS telah memiliki saham Bukalapak sebanyak 9,447%, bukan lewat GIC, melainkan lewat melalui Archipelago Investment Pte. Ltd.
Selain GIC, Temasek juga berkali-kali menyuntikkan dananya ke startup di Tanah Air. Salah satunya adalah GoTo, perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia.
Terakhir kali, Temasek dan Google dikabarkan sepakat untuk menyuntikkan dana ke Tokopedia senilai US$ 350 juta atau setara Rp 5,07 triliun (asumsi Rp 14.500/US$). Informasi ini beredar pada Oktober 2020 lalu.
Selain investasi langsung dari pemerintah Singapura, perusahaan swasta Singapura juga ikut meramaikan perang di pasar digital, yakni Sea Limited (Sea Group), perusahaan induk e-commerce Shopee yang sahamnya tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE).
Sea Group kini juga fokus mengembangkan bank digital milik mereka yang dinamai Sea Bank. Awal mula pendirian bank ini adalah ketika Sea Ltd resmi mencaplok PT Bank Kesejahteraan Ekonomi atau dikenal dengan Bank BKE dan mengubahnya menjadi bank digital pada 10 Februari 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
