Ingat Krisis Taper Tantrum? Arah Angin RI Kini Menuju ke Sana

Cantika Adinda Putri & Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
23 August 2021 07:02
Pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2021. (Dok: Tangkapan layar youtube Bank Indonesia)
Foto: Pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Agustus 2021. (Dok: Tangkapan layar youtube Bank Indonesia)

Bank Indonesia (BI) meyakini dampak kebijakan tapering dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) terhadap Indonesia tidak akan seburuk kondisi taper tantrum pada 2013-2014 lalu.

Hal ini ditegaskan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo usai Rapat Dewan Gubernur tengah pekan lalu.

"Bahwa kebijakan tapering fed dampaknya tidak akan sebesar taper tantrum pada 2013. Fed tapering yang dilakukan dampaknya ke global dan emerging market khususnya Indonesia Insya Allah tidak sebesar seperti taper tantrum 2013," jelasnya.

Apa alasannya?

Perry menyampaikan, pertama adalah komunikasi yang lebih jelas antara bank sentral dan pelaku pasar. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan dan reaksi pelaku pasar bisa sejalan atau tidak menimbulkan kepanikan.

"The Fed komunikasinya jelas, kerangka kerjanya kayak apa, inflasi dan pengangguran dan rencana taperingnya. Tentu saja dengan demikian, pasar semakin memahami pola kerja, kerangka kerja Fed," paparnya.

Kedua, BI memiliki instrumen triple intervention yang meliputi Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), di pasar spot, sampai ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Kerjasama BI dan Kemenkeu, bagaimana perbedaan yield SBN dalam dan luar negeri. Itu akan menarik investor asing," terangnya.

Ketiga adalah cadangan devisa Indonesia yang tinggi yaitu mencapai US$ 137,3 miliar setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Jadi jauh lebih cukup untuk stabilisasi," tegas Perry.

Lalu bagaimana nasib rupiah ke depannya?

Perry tidak menampik kondisi tersebut akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Hanya saja lebih terkendali atau rupiah tidak akan jatuh dengan dramatis.

"Di pasar valas (valuta asing) ada tekanan ke rupiah dan BI tetap berjaga di pasar. Kalau kurang kami lakukan stabilitas secara terukur," ungkapnya.

(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular