
Sepekan Ambrol 2,5%, Dolar Australia Makin Murah Terus!

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan kurs dolar Australia masih belum berhenti pada perdagangan Jumat (20/8/2021). Padahal, rupiah sebenarnya cukup tertekan pada hari ini, artinya dolar Australia memang sedang tidak menarik bagi pelaku pasar.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia sempat melemah 0,37% ke Rp 10.258,58/AU$. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 19 November tahun lalu. Sepanjang pekan ini hingga ke level tersebut, dolar Australia sudah melemah lebih dari 2,5%.
Mengingat perdagangan hari ini belum berakhir, dolar Australia masih bisa turun lebih dalam lagi, atau memangkas pelemahan.
Mata Uang Negeri Kanguru ini masih terus tertekan meski pasar tenaga kerja Australia menunjukkan perbaikan yang mengejutkan para analis.
Kemarin, Biro Statistik Australia melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 4,6% di bulan Juli, dari bulan sebelumnya 4,9%. Padahal, hasil survei di Forex Factory menunjukkan tingkat pengangguran diperkirakan naik menjadi 5%.
Selain itu, sepanjang bulan Juli perekonomian Australia mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.200 orang. Meski kecil, tetapi jauh lebih baik dari proyeksi kehilangan jumlah pekerja sebanyak 42.500 orang.
Wajar saja banyak yang memprediksi pasar tenaga kerja akan memburuk, sebab beberapa negara bagian memperluas lockdown guna meredam penyebaran penyakit akibat virus corona.
Sementara itu, menguatnya kemungkinan tapering oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) di tahun ini.
Peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini semakin menguat setelah kemarin klaim tunjangan pengangguran dilaporkan sebanyak 348.000 pengajuan klaim, atau lebih baik dari proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 365.000 klaim baru. Selain itu angka tersebut merupakan yang terendah selama pandemi.
Membaiknya pasar tenaga kerja tentunya menjadi kabar bagus bagi perekonomian. Tetapi di sisi lain juga memberikan kabar buruk, yakni semakin menguatnya peluang tapering di tahun ini seperti yang tertuang dalam risalah The Fed.
Pernah terjadi di tahun 2013, tapering memicu capital outflow dari negara emerging market seperti Indonesia, dan memicu gejolak di pasar finansial global yang disebut taper tantrum. Capital outflow tersebut membuat rupiah terpuruk kala itu. Maka jika saat ini isu tapering kembali muncul, rupiah pun mengalami tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
