Astaga! Harga Batu Bara Rontok 2% Lebih...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
Jumat, 20/08/2021 08:44 WIB
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mengalami koreksi yang lumayan dalam. Sepertinya investor mulai 'gatal' mencairkan cuan karena harga si batu hitam sudah naik gila-gilaan.

Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle tercatat US$ 163,5/ton. Anjlok 2,39% dibandingkan sehari sebelumnya.

Aksi ambil untung (profit taking) sepertinya menjadi penyebab utama kejatuhan harga batu bara. Maklum, dalam sebulan terakhir harga komoditas ini sudah melonjak nyaris 14%. So, sangat wajar akan tiba saatnya investor merealisasikan keuntungan.


Permintaan yang kuat menjadi warna dominan keperkasaan harga batu bara akhir-akhir ini. Tidak hanya China, Korea Selatan pun membukukan peningkatan permintaan.

Pada Juli 2021, otoritas kepabeanan Negeri Ginseng mencatat impor batu bara termal mencapai 11,6 juta ton. Melonjak 25% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Tingginya suhu udara pada musim panas tahun ini membuat kebutuhan penyejuk ruangan meningkat. Mengutip Korea Herald, Badan meterologi Korea memperkirakan suhu udara bisa mencapai 40 derajat celcius pada bulan lalu.

"Rekor sebelumnya adalah 39,6 derajat celcius di Seoul yang terjadi pada 1 Agustus 2018. Berdasarkan pengamatan Automatic Weather Station (AWS), kemungkinan suhu udara bisa 1-3 derajat celsius lebih panas," tegas Ban Ki-seong, Kepala K Weather.

Korea Selatan banyak mengimpor batu bara dari Australia. Negeri Kanguru kehilangan China sebagai pasar batu bara terbesarnya, karena hubungan Canberrra-Beijing yang merenggang. Namun Australia bisa menemukan pasar lain, salah satunya Korea Selatan.

Namun, tingginya impor batu bara Korea Selatan dari Australia memakan korban. Permintaan batu bara dari Indonesia dan Rusia jadi berkurang.

"Larangan impor batu bara dari Australia membuat China mendatangkan dari Indonesia dan Rusia. Namun permintaan batu bara Australia meningkat di negara selain China, termasuk Korea Selatan," sebut Toby Hassall, Analis Refinitiv.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)