Sumber Cuan! Emiten di Bursa Lagi Kesemsem Bisnis Ini: eSport

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
19 August 2021 09:15
Turnamen eSport Perebutkan Total Hadiah Rp2,4 Miliar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri gaming dan e-Sports (electronic sports) terus berkembang selama beberapa tahun terakhir, termasuk di Indonesia.

Menurut data Newzoo, Indonesia memiliki potensi pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara, dengan raihan pendapatan gaming mencapai US$ 1,7 miliar atau setara Rp 24,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.300/US$) pada 2020 dan diprediksi akan tumbuh sekitar 25-35% secara tahunan.

Hal ini turut membuat sejumlah emiten/perusahaan di Tanah Air akhirnya tertarik untuk masuk ke industri tersebut. Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara ringkas sejumlah perusahaan yang mulai membidik pasar eSports di Tanah Air dan memberikan gambaran singkat mengenai kondisi industri gaming secara global.

1. Bali Bintang Sejahtera

Emiten pengelola klub sepak bola Bali United, PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA) mengungkapkan, selain sepak bola BOLA juga kini melebarkan sayapnya ke segmen e-sports lewat anak usahanya PT IOG Indonesia Sejahtera.

Dengan ini BOLA saat ini menjadi klub sepak bola pertama yang memiliki Tim eSports Profesional. Menurut materi public expose BOLA, tim e-Sports BOLA aktif berkompetisi di 2 game paling populer saat ini, yakni Free Fire dan FIFA.

Selama berkompetisi di turnamen tersebut, tim e-Sports BOLA berhasil menjadi juara di Free Fire Asia Invitational 2019, jawara Free Fire Master League Season III - Group C, dan juara Virtual Bundesliga International Series Asia Continental.

Tidak hanya itu, BOLA juga melakukan investasi strategis Series A ke salah satu organisasi esport profesional yang berbasis di Jakarta EVOS.

Saat ini, BOLA mengalokasikan 1,3% dari dana hasil penawaran umum (IPO, initial public offering) untuk membangun gaming house serta fasilitas pendukung milik PT IOG Indonesia Sejahtera. Hal ini mengacu pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 4 Agustus 2021, terkait perubahan tujuan penggunaan dana hasil IPO.

2. MNC Studios International

Selain BOLA, emiten lainnya yang ikut masuk ke industri e-Sports adalah emiten Grup MNC PT MNC Studios International Tbk (MSIN), anak usaha PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN).

Menurut keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Rabu (18/8/2021), telah mencapai kesepakatan dengan pengembang dan penerbit game online terkemuka Singapura, PT Garena Indonesia, untuk memproduksi Free Fire Master League Div 1 (FFML) Season IV dan Free Fire Indonesia Masters (FFIM) 2021.

Garena adalah entitas bisnis gaming di bawah Grup Sea Ltd asal Singapura, induk usaha dari PT Seabank Indonesia dan Shopee.

Nantinya, turnamen tersebut akan disiarkan di berbagai jaringan distribusi milik Grup MNC melalui MNCN TV FTA, GTV dan super-app RCTI+.

"Diperkirakan FFML Season IV akan tayang pada 21 Agustus hingga 2 Oktober 2021 dan 6 tim terbaik akan bertanding dalam babak playoff, yang dikenal sebagai FFIM 2021 pada 16 Oktober dan 24 Oktober 2021," kata manajemen MSIN, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (19/8).

Selain kompetisi E-Sports, menurut penjelasan manajemen, kesepakatan dengan Garena juga mencakup blocking program, untuk acara Anniversary ke-4 Free Fire.

Program ini akan diproduksi oleh divisi game khusus MSIN, PT Esports Star Indonesia (ESI) dan akan disiarkan secara langsung melalui kanal RCTI dan RCTI+.

3. Link Net & Gopay

Selain BOLA dan MSIN, emiten penyedia jasa internet dan TV kabel milik Grup Lippo PT Link Net Tbk (LINK) dan anak usaha Gojek PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay) juga sudah 'nyemplung' di bisnis eSports. LINK sendiri sudah sejak 2019 membidik pasar olahraga elektronik ini.

Sejak 2019, LINK beberapa kali menyelenggarakan turnamen eSports, seperti bekerja sama dengan Indonesia Esports Association (IESPA). Sementara pada tahun ini LINK menggelar turnamen First Warriors - Ultimate Battle Championship yang dimulai pada Juli hingga Oktober mendatang. Game yang tercakup dalam turnamen tersebut adalah Free Fire, Call of Duty Mobile, PUBG Mobile, dan Valorant.

Seperti halnya LINK, GoPay juga mulai merambah ke dunia eSports, yakni dengan menjadi alat pembayaran membeli game, skin, diamond, dan lainnya di Google Play Store.

"Lewat inovasi GoPay di Google Play, gamers dengan sangat cepat dan mudah melakukan top up diamond, skin, atau game credit cukup dengan 1-tap-buy tanpa harus keluar aplikasi ataupun mengeluarkan biaya tambahan," ujar Timothius Martin, Senior Vice President Product Marketing GoPay, di Jakarta, dikutip CNBC Indonesia, 5 Maret 2020.

Selain itu, GoPay aktif dalam berkolaborasi dengan tim eSport profesional seperti AURA, RRQ, dan BTR. Lalu mendukung sejumlah ajang eSports tingkat nasional.

Pada tahun ini, bekerja sama dengan RevivalTV GoPay mengadakan turnamen gamer amatir Mobile Legends dan PUBG Mobile dengan nama "GoPay Arena Level Up Community", yang berlangsung pada April-Agustus. Pada 2020, GoPay juga pernah menggelar turnamen eSports "GoPay Arena Championship".

NEXT: Begini Potensi Cuan Bisnis e-Sports

Mengutip Newzoo, kawasan Asia-Pasifik merupakan pasar game terbesar di dunia saat ini. Tahun lalu, pendapatan game di kawasan ini mencapai US$ 84,3 miliar atau setara dengan Rp 1.205 triliun, 48% dari total pasar global.

Angka ini berada di atas Amerika Utara (US$ 44,7 miliar atau 26%) dan Eropa (US$ 32,9 miliar atau 19%). Adapun secara global pendapatan game pada 2020 mencapai US$ 174,9 miliar atau setara Rp 2.502 triliun, tumbuh 19,6% secara tahunan.

Newzoo mengestimasi, sepanjang 2021 pendapatan di kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Utara masing-masing akan menyumbang sekitar 50% dan 24% dari total porsi pendapatan game global.

Sementara, China, dengan kontribusinya sebesar US$ 45,6 miliar, akan menjadi pemimpin di kawasan Asia Pasifik pada tahun ini.

Pada tahun lalu, pemain game secara global tumbuh 5,3% secara tahunan menjadi 2,7 miliar pemain game di kawasan Asia Pasifik mencapai 1,45 miliar atau 54% dari total pemain game secara global.

Sementara, pemain game di Amerika Utara tercatat mencapai 210 juta (8%), Amerika Latin 266 juta (10%), Eropa 386 juta (14%), dan Timur Tengah & Afrika 377 juta (14%).

Pada 2021, pemain game di kawasan Asia Pasifik akan mencapai 1,62 miliar dan menguasai 55% dari total pemain game secara global.

Adapun, secara global, pasar game diproyeksikan akan tumbuh sekitar 7,2% secara CAGR antara 2019 dan 2023 menjadi US$ 204,6 miliar atau sekitar Rp 2.925 triliun.

Pada tahun lalu, industri gaming didominasi oleh pemain mobile game, dengan mencakup 93% dari total pemain game secara global. Dengan pengguna internet yang mencapai 202,6 juta, Indonesia juga memiliki jumlah pemain mobile game yang tinggi.

Menurut daa Statista, pemain mobile game di Indonesia mencapai 50,8 juta pengguna pada 2020 dan diprediksi bisa mencapai 127,7 juta pengguna pada 2025.

Sayangnya hal itu tidak serta-merta diikuti dengan produk domestik yang hanya menguasai sekitar 0,4% pasar dalam negeri.

Fakta ini terungkap dalam buku yang berjudul "Peta Ekosistem Industri Game Indonesia". Buku ini merupakan hasil kolaborasi Kementerian Kominfo, LIPI dan Asosiasi Game Indonesia.

Di dalam buku tersebut dibahas mengenai jumlah pengguna video game di dalam negeri berkembang sejalan dengan peningkatan pangsa pasar. Hal ini terjadi dalam lima tahun terakhir.

Menurut data dari buku tersebut, Indonesia sendiri menjadi pangsa pasar video game terbesar di Asia Tenggara. Sementara untuk dunia, Indonesia berada di peringkat ke-16.

"Hal tersebut menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan dan pelaku industri dalam meningkatkan kontribusi domestik dalam perkembangannya," tulis tim penulis di buku itu.

Selain itu, disebutkan pula bahwa jumlah pengembang dan penerbit tidak meningkat secara signifikan.

Rentang 2016-2019, sebenarnya banyak perusahaan pengembang video game yang berdiri. Namun tidak sedikit yang akhirnya tutup, terutama yang bersifat independen.

Tercatat, perusahaan pengembang berbadan hukum atau kelas menengah-besar hanya berjumlah sekitar 30 saja. Sementara non-berbadan hukum lebih sedikit.

Tentu, ini merupakan tantangan sekaligus potensi besar bagi para perusahaan yang berminat terjun ke industri yang terhitung masih belia ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular