Siap-siap! Dolar Australia Sebentar Lagi Tembus Rp 10.500

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 August 2021 14:13
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia menguat tipis melawan rupiah pada perdagangan Jumat (13/8/2021), tetapi risiko pelamahannya masih besar, bahkan bisa cukup tajam. Secara fundamental, maupun teknikal dolar Australia masih kalah telak dari rupiah.

Pada pukul 13:36 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.557,15, dolar Australia menguat 0,1% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Akibat penyebaran terbaru virus corona, beberapa negara bagian memperluas kebijakan lockdown, sehingga perekonomian Australia terancam melambat di kuartal III-2021, bahkan ada risiko kembali mengalami kontraksi.

Negara Bagian New South Wales mengumumkan memperluas lockdown di awal pekan ini. Kemudian Melbourne, kota terbesar kedua di Australia Rabu kemarin juga mengumumkan perpanjangan lockdown, padahal 6 Agustus lalu seharusnya berakhir.

Penurunan harga bijih besi juga cukup memukul dolar Australia. Bijih besi yang merupakan komoditas ekspor utama Australia sempat jeblok lebih dari 5% pekan lalu akibat proyeksi peningkatan produksi sementara permintaan dari China malah melemah.

"Selama akhir pekan lalu, kita sudah melihat bukti permintaan bijih besi dari China mulai melemah. Impor bijih besi China di bulan Juli berada di level terendah dalam 14 bulan terakhir, sementara jika dengan penyesuaian musiman, impor berada di level terendah 16 bulan," kata ahli strategi Westpac dalam sebuah catatan.

Di sisi lain, Aliran modal yang masuk ke Indonesia menjadi salah satu penopang rupiah.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak Kamis (29/8/2021) hingga Kamis (5/8/2021) pekan lalu di pasar obligasi aliran modal asing tercatat masuk sekitar Rp 11,57 triliun.

Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang naik menjadi Rp 976,41 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp 964,84 triliun.

Kemudian di pasar primer, penawaran yang masuk (incoming bids) dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pemerintah pada 3 Agustus lalu sebesar Rp 107,8 triliun, lebih tinggi dari lelang sebelumnya Rp 95,6 triliun, sekaligus menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah penerbitan SUN.

Dari incoming bids tersebut, yang dimenangkan oleh pemerintah sebesar Rp 34 triliun, lebih tinggi dari target indikatif Rp 33 triliun.

Selain itu, tingkat partisipasi investor asing juga meningkat di lelang kemarin, yakni sebesar 11,6% dari sebelumnya 7,6%. Tingginya minat terhadap obligasi Indonesia menjadi indikasi adanya aliran modal masuk ke dalam negeri.

Dilihat secara fundamental, dolar Australia sedang kalah, secara teknikal bahkan lebih parah. Sebab, sudah muncul death cross.

Death cross merupakan perpotongan indikator rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50) dengan rerata pergerakan 100 hari (MA 100). Dimana MA 50 memotong MA 100 dari atas ke bawah.

Death cross akan semakin "mengerikan" jika MA 50 juga memotong rerata pergerakan 200 hari (MA 200).

Dan hal tersebut sudah terjadi pada dolar Australia melawan rupiah atau yang disimbolkan AUD/IDR. Selain itu, AUD/IDR juga bergerak dalam pola channel down, sehingga risiko penurunan lebih besar lagi.

Kemudian, indikator stochastic belum mencapai wilayah jenuh jual. Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

AUD/IDR yang belum mencapai wilayah oversold artinya ruang penurunan masih terbuka lebar, sehingga Rp 10.500/US$ bisa ditembus dalam waktu dekat. Bahkan, untuk jangka menengah masih berpotensi turun ke Rp 10.300/AU$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular