
Impor dari Australia Melesat 90%, Gegara Dolarnya Murah?

Penyebaran virus corona terbaru benar-benar memukul dolar Australia. Lockdown yang kembali dilakukan di Sidney, Melbourne dan South Australia pada akhir Mei lalu. Perekonomian Australia pun diprediksi akan melambat di kuartal III-2021, bahkan berisiko mengalami kontraksi lagi.
Akibatnya, dolar Australia diprediksi akan melemah lebih dalam lagi oleh Commonwealth Bank of Australia (CBA).
"Kami perkirakan dolar Australia akan terkena dampak yang besar setelah pelaku pasar melihat outlook perekonomian global memburuk," kata Kim Mundy, ahli stratgi di CBA, sebagaimana dilansir poundsterling live, Rabu (21/7/2021).
Mundy dan timnya di CBA kini menandtisipasi penurunan dolar Australia yang lebih dalam, sebab momentum pemulihan ekonomi global meredup, serta kemungkinan respon kebijakan moneter bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).
RBA saat ini menggelontorkan program pembelian aset (Quantitative Easing/QE senilai AU$ 5 miliar per pekan, dan akan berakhir pada September mendatang.
Dalam rapat kebijakan moneter bulan ini, RBA memutuskan memperpanjang QE tersebut dengan mengurangi nilai pembelian menjadi AU$ 4 miliar per pekan. RBA juga memutuskan mempertahankan suku bunga di rekor terendah 0,1%.
Dengan kondisi perekonomian global yang memburuk tersebut, RBA diperkirakan akan tetap melakukan program QE senilai AU$ 5 miliar bukan US$ 4 miliar.
"Media terpercaya melaporkan jika RBA akan memikirkan kembali pengurangan nilai QE sebab beberapa kota besar masih melakukan lockdown. Semakin lama lockdown, maka QE saat ini senilai AU$ 5 miliar sepertinya akan diperpanjang hingga beberapa bulan ke depan," kata Richard Franulovich, kepala strategi di Westpac, sebagaimana dilansir poundsterling live.
Jika nilai QE masih tetap US$ 5 miliar per pekan dalam waktu yang cukup lama, maka likuiditas tentunya akan meningkat, dan dolar Australia mengalami tekanan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]