
Impor dari Australia Melesat 90%, Gegara Dolarnya Murah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia pada pertengahan April lalu menyentuh level Rp 11.330/AU$ yang merupakan level tertinggi sejak Juni 2014. Sepanjang 2021 hingga ke level tertinggi tersebut dolar Australia menguat sekitar 5%. Tetapi setelahnya, dolar Singapura berada dalam tren menurun, hingga hari ini berada di kisaran Rp 10.670/AU$, dan mencatat pelemahan sekitar 1,2% sepanjang tahun ini.
Di saat dolar Australia sedang mahal-mahalnya, impor dari negeri Kanguru justru melonjak lebih dari 90% pada Januari-Juni 2021, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Memang pada tahun lalu aktivitas perekonomian global mengalami pelambatan signifikan akibat kebijakan lockdown yang diterapkan di berbagai negara, sehingga impor dari Australia pun rendah. Hal ini menyebabkan low base effect yang membuat impor di tahun ini melonjak.
![]() |
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai impor non-migas dari Australia pada periode Januari-Juni sebesar US$ 3,824 miliar, naik 90,82% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 2,004 miliar.
Berdasarkan data dari International Trade Center, bahan bakar mineral merupakan produk yang paling banyak diimpor dari Australia. Pada tahun 2020, bahan bakar mineral berkontribusi sekitar 24% dari total impor dari Australia.
Dengan nilai tukar dolar Australia yang terus melemah melawan rupiah, harga produk Australia tentunya menjadi lebih murah. Hal ini dapat memicu lonjakan impor lebih lanjut.
Untuk diketahui, pada Agustus 2018 lalu, Bank Indonesia (BI) memperpanjang perjanjian Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) dengan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), yang berlaku selama 3 tahun. Artinya jika tidak diperpanjang akan berakhir di tahun ini. Nilai kerja sama tersebut sebesar AU$ 10 miliar atau sekitar Rp 100 triliun.
Dengan perjanjian tersebut, perdagangan antara Indonesia dan Australia bisa menggunakan mata uang masing-masing, tidak lagi menggunakan dolar Amerika Serikat (AS). Artinya, pelemahan dolar Australia tentunya akan menguntungkan bagi importir.
Namun, dampak lainnya, defisit perdagangan dengan Australia tentunya berisiko semakin melebar. Berdasarkan data dari BPS, nilai ekspor pada periode Januari-Juni sebesar US$ 1,434 miliar. Artinya ada defisit sebesar US$ 2,39 miliar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar Australia Diprediksi Merosot Lebih Dalam