Gegara Varian Delta, 'Cash is The King' Bisa Muncul Lagi nih!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 July 2021 17:25
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Merostnya yield (imbal hasil) Treasury AS (US Treasury, obligasi negara milik AS) memberikan gambaran kecemasan pelaku pasar akan kemungkinan meredupnya perekonomian global, aset-aset safe haven pun diburu.

Sementara Indeks S&P 500 yang mencetak rekor tertinggi menunjukkan sikap optimistis dalam memandang perekenomian global. Artinya, ada kontradiksi di pasar finansial global.

Setiap analis, ekonom, hingga investor tentunya memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap outlook perekonomian. Sikap optimistis muncul sebab vaksin yang ada saat ini masih mampu untuk "memerangi" corona varian delta, sehingga, ketika vaksinasi semakin gencar dilakukan, roda perekonomian akan kembali berputar dengan kencang.

Tetapi sebaliknya, jika pelambatan ekonomi menjadi nyata, maka pasar saham berisiko mengalami aksi jual, dan "cash is the king" muncul lagi. Tetapi bukan sembarang cash, hanya dolar AS.

"Cash is the king" pernah terjadi pada bulan Maret 2020 lalu, saat virus corona ditetapkan sebagai pandemi. Kala itu, semua aset-aset mengalami aksi jual, mulai dari saham hingga emas, dolar AS menguat tajam, begitu juga dengan Treasury AS.

Pelaku pasar sepertinya sudah bersiap-siap. Data terbaru dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi net long dolar AS kini berada di level tertinggi sejak Juni 2020. Artinya, posisi beli dolar AS sedang menumpuk, padahal di awal Juni lalu posisi jual yang masih dominan (net sell).

idr

"Kapan pun warga Amerika Serikat cemas akan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri maupun secara global, mereka akan merepatriasi uangnya dan membeli dolar AS," kata Ludovic Colin, portofolio manajer di Vontobel Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (23/7/2021).

China, sebagai motor penggerak ekonomi Asia dan dunia sudah mengalami pelambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Data yang dirilis dari China dua pekan lalu menunjukkan PDB di kuartal II-2021 tumbuh 7,9%, sedikit lebih rendah dari prediksi para ekonomi yang disurvei Reuters sebesar 8,1%, dan pertumbuhan 18,3% di kuartal sebelumnya.

Biro Statistik China mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih kuat dan berkelanjutan, tetapi masih ada risiko dari penyebaran virus corona secara global serta pemulihan ekonomi yang "belum berimbang" di dalam negeri.

Sementara di pekan ini, ada Amerika Serikat yang akan merilis data PDB. Hasil polling Reuters memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS akan tumbuh 8,6% lebih tinggi dari kuartal I-2021 sebesar 6,4%. Hasil polling tersebut terlihat bagus, tetapi rilis sebenarnya belum tentu sama. Apalagi, tantangan sebenarnya ada di kuartal III-2021.

Sehingga, patut waspada akan kemungkinan "cash is the king" di sisa tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular