
Gegara Varian Delta, 'Cash is The King' Bisa Muncul Lagi nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial global mulai stabil di tahun ini setelah vaksinasi virus corona mulai gencar dilakukan di berbagai negara.
Tetapi, dalam beberapa bulan terakhir, mutasi virus corona kembali membuat pelaku pasar cemas, mungkinkah fenomena "cash is the king" muncul lagi?
Mutasi yang disebut virus corona delta yang pertama kali ditemukan di India kini dilaporkan sudah menyebar ke 124 negara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).
Virus corona delta dikatakan lebih mudah menginfeksi dibandingkan varian lainnya. WHO mengatakan virus delta akan membuat kasus positif Covid-19 mencapai 200 juta orang dalam beberapa pekan ke depan.
Hingga saat ini, berdasarkan data Worldometer, total kasus Covid-19 di seluruh dunia sebanyak 194,8 juta orang.
Lonjakan kasus Covid-19 di Inggris terjadi akibat varian delta. Pada 17 Juli lalu, Inggris melaporkan penambahan kasus sebanyak 54.205 kasus dalam 24 jam. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak 15 Januari lalu.
Rata-rata penambahan kasus dalam 7 hari terakhir hingga Minggu kemarin sebanyak 37.884 kasus. Rata-rata tersebut sudah turun ketimbang minggu lalu sebanyak 44.673 kasus per hari, tetapi masih berada di dekat rata-rata tertinggi sejak akhir dalam hampir 7 bulan terakhir.
Amerika Serikat juga tidak lepas dari serangan corona delta. Hingga kemarin rata-rata penambahan kasus selama 7 hari sebanyak 46.505 kasus per hari. Penambahan tersebut jauh lebih tinggi dari rata-rata selama 7 hari hingga Minggu (18/7/2021) sebanyak 35.362 kasus per hari.
Dari penambahan kasus tersebut, sebanyak 80% disebabkan oleh corona delta, yang dikatakan sudah ditemukan di seluruh negara bagian di Amerika Serikat.
Tidak hanya di Amerika Serikat dan Inggris, corona delta juga menyerang banyak negara, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, menjadi negara-negara di Asia Tenggara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang juga sudah menerapkan pembatasan sosial yang lebih ketat.
Alhasil, outlook perekonomian global kini kembali memburuk, dan momentum pemulihan ekonomi meredup lagi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kembali merosot.
Analis dari Citigroup sudah melihat adanya tekanan di output industri serta "peningkatan kecemasan" terhadap corona delta yang membuat rumah tangga menunda konsumsi.
Citigroup juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi meski tidak besar, menjadi 5.9% dari sebelumnya 6%.
Pasar finansial sudah merespon potensi meredupnya prospek pertumbuhan ekonomi global. Yield obligasi (Treasury) AS terus menunjukkan penurunan.
![]() |
Pada pekan lalu yield Treasury AS tenor 10 tahun yang menyentuh level terendah sejak pertengahan Februari 1,128%. Yield Treasury kini menuju penurunan dalam 4 bulan beruntun. Sejak akhir Maret hingga saat ini, yield tersebut sudah turun lebih dari 50 basis poin.
Selain itu, indeks volatilitas (VIX) yang menjadi indikator ketakutan pelaku pasar juga menunjukkan kenaikan. Pada Senin (19/7/2021), VIX sempat menyentuh level 25,09 yang merupakan level tertinggi dalam 2 bulan terakhir, sebelum kembali turun dan saat ini berada di kisaran 17.
Penurunan yield tersebut berarti Treasury banyak diburu pelaku pasar sebagai aset aman (safe haven), yang menjadi sinyal pelaku pasar mulai mengantisipasi risiko kemerosotan ekonomi global.
Yang menarik, meski kasus Covid-19 melonjak dan adanya risiko melambatnya pemulihan ekonomi, kinerja bursa saham masih tetap cemerlang. Indeks S&P 500 mencetak rekor tertinggi sepanjang masa 4.415,18 pada perdagangan Jumat pekan lalu setelah melesat 1% lebih. Sepanjang tahun ini, S&P 500 juga meroket 17,5%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> "Cash is The King", Posisi Beli Dolar AS Meroket
Merostnya yield (imbal hasil) Treasury AS (US Treasury, obligasi negara milik AS) memberikan gambaran kecemasan pelaku pasar akan kemungkinan meredupnya perekonomian global, aset-aset safe haven pun diburu.
Sementara Indeks S&P 500 yang mencetak rekor tertinggi menunjukkan sikap optimistis dalam memandang perekenomian global. Artinya, ada kontradiksi di pasar finansial global.
Setiap analis, ekonom, hingga investor tentunya memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap outlook perekonomian. Sikap optimistis muncul sebab vaksin yang ada saat ini masih mampu untuk "memerangi" corona varian delta, sehingga, ketika vaksinasi semakin gencar dilakukan, roda perekonomian akan kembali berputar dengan kencang.
Tetapi sebaliknya, jika pelambatan ekonomi menjadi nyata, maka pasar saham berisiko mengalami aksi jual, dan "cash is the king" muncul lagi. Tetapi bukan sembarang cash, hanya dolar AS.
"Cash is the king" pernah terjadi pada bulan Maret 2020 lalu, saat virus corona ditetapkan sebagai pandemi. Kala itu, semua aset-aset mengalami aksi jual, mulai dari saham hingga emas, dolar AS menguat tajam, begitu juga dengan Treasury AS.
Pelaku pasar sepertinya sudah bersiap-siap. Data terbaru dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi net long dolar AS kini berada di level tertinggi sejak Juni 2020. Artinya, posisi beli dolar AS sedang menumpuk, padahal di awal Juni lalu posisi jual yang masih dominan (net sell).
![]() |
"Kapan pun warga Amerika Serikat cemas akan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri maupun secara global, mereka akan merepatriasi uangnya dan membeli dolar AS," kata Ludovic Colin, portofolio manajer di Vontobel Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (23/7/2021).
China, sebagai motor penggerak ekonomi Asia dan dunia sudah mengalami pelambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Data yang dirilis dari China dua pekan lalu menunjukkan PDB di kuartal II-2021 tumbuh 7,9%, sedikit lebih rendah dari prediksi para ekonomi yang disurvei Reuters sebesar 8,1%, dan pertumbuhan 18,3% di kuartal sebelumnya.
Biro Statistik China mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih kuat dan berkelanjutan, tetapi masih ada risiko dari penyebaran virus corona secara global serta pemulihan ekonomi yang "belum berimbang" di dalam negeri.
Sementara di pekan ini, ada Amerika Serikat yang akan merilis data PDB. Hasil polling Reuters memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS akan tumbuh 8,6% lebih tinggi dari kuartal I-2021 sebesar 6,4%. Hasil polling tersebut terlihat bagus, tetapi rilis sebenarnya belum tentu sama. Apalagi, tantangan sebenarnya ada di kuartal III-2021.
Sehingga, patut waspada akan kemungkinan "cash is the king" di sisa tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Klaim Bitcoin Tak Layak Gantikan Dolar AS
