Jakarta, CNBC Indonesia - Bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis (22/7/2021) hari ini dengan agenda persetujuan atas rencana Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias rights issue.
RUPSLB akan digelar pada pukul 14.00 WIB, di Gedung BRI Jalan Jenderal Sudirman Kav 44-46 Jakarta Pusat. Ini adalah Penawaran Umum Terbatas I (PUT I) yang dilakukan bank yang fokus pada UMKM ini.
Rights issue ini dalam rangka bagian dari pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro bersama dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Dalam aksi korporasi ini, BRI akan menerbitkan maksimal 28.677.086.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50, atau 23,25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Hanya saja, pemerintah hanya akan menyetorkan bagiannya dalam bentuk non tunai, yakni seluruh saham Seri B milik pemerintah di Pegadaian dan PNM akan ditukar dengan saham baru BBRI (inbreng).
Maka investor publik praktis yang akan menjadi sumber dana segar dari aksi rights issue tersebut. Namun BRI belum menentukan harga pelaksanaan.
Berdasarkan Proforma Struktur Permodalan Sesudah HMETD Diambil Bagian oleh Seluruh Pemegang Saham, maka setelah rights issue, porsi publik mencapai 43,18% (65.649.025.600 saham). Angka itu naik dari sebelum rights issue 43,25% (53.345.810.000).
Dengan demikian, jumlah saham baru yang diserap publik yakni maksimal mencapai 12.303.215.000 saham atau 42,90% dari total jumlah saham baru yang diterbitkan (28.677.086.000 saham).
Saat ini jumlah saham beredar BBRI sebanyak 123.345,810,000 saham, maka rasio rights issue kali ini yakni 10:43.
Dengan rights issue dan rencana penyetoran saham dalam bentuk selain uang (Inbreng) ini, maka BBRI akan menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM.
Selanjutnya, BBRI bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan di segmen ultra mikro sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.
"Penguatan struktur permodalan ini juga diharapkan mendukung kegiatan usaha BBRI ke depan, baik induk maupun secara grup, yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan," tulis manajemen BBRI, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Lantas apa saja dampak rights issue BRI ini?
NEXT: Deretan Manfaat bagi BRI dan Investornya
Aset dan Ekuitas
Mengacu laporan keuangan per Q1-2021 aset BBRI tercatat sebesar Rp 1.411 triliun, nantinya pasca-aksi korporasi holding ultra mikro, aset BBRI akan melejit ke angka Rp 1.515 triliun atau naik 7,37%.
Sedangkan dari sisi liabilitas, walaupun bertambah, secara nominal tentunya tidak sebesar penambahan aset.
Per kuartal I-2021, BBRI memiliki liabilitas Rp 1.216 triliun sedangkan pasca -ights issue liabilitas akan naik 6% menjadi menjadi Rp 1.289 triliun.
Kenaikan aset dan liabilitas ini tentunya akan menyebabkan ekuitas BBRI bertambah pasca-HMETD di mana ekuitas per akhir Maret 2021 sebesar Rp 191 triliun menjadi Rp 226 triliun atau naik 18,32%.
Nantinya setelah aksi korporasi ini laba bersih BBRI akan naik pesat dari posisi Q1-2021 di angka Rp 7 triliun menjadi Rp 8 triliun atau melesat 14%. Apabila disetahunkan nantinya BBRI akan mampu mencetak laba Rp 32 triliun per tahun, melejit 72% dari posisi tahun lalu di angka Rp 18,65 triliun.
Bahkan nantinya aset dan ekuitas BBRI pasca-rights issue berpotensi untuk kembali meningkat mengingat adanya potensi pemegang saham publik juga akan turut menyetorkan modal dalam bentuk dana segar.
Perhitungan ini juga sudah dihitung oleh KAP PSS (firma anggota Ernst & Young Global Limited) yang dijelaskan dalam prospektus BBRI.
Potensi Dana Segar
Bank BRI berpotensi meraup dana segar hingga Rp 40 triliun dari rights issue sehingga holding Ultra Mikro dinilai memiliki modal yang besar untuk melakukan ekspansi dalam meningkatkan pembiayaan dan pemberdayaan ekosistem usaha mikro dan ultra mikro nasional.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan penerbitan saham baru BRI guna pembentukan holding BUMN Ultra Mikro (UMi) adalah aksi korporasi yang sangat besar.
Dia memproyeksikan bank berkode saham BBRI itu memiliki kesempatan untuk menggalang dana segar dari investor publik sekitar Rp 40 triliun. Dana itu dapat digunakan untuk penguatan modal dan pengembangan bisnis ke depan.
"Penghimpunan dananya sangat besar. Bahkan kalau hanya terserap 50%, itu saja bisa sampai Rp 20 triliun. Tentu perlu kita lihat berapa banyak dana yang nanti dapat terhimpun," katanya di Jakarta.
BRI pun nantinya memiliki rasio kecukupan modal (capita adequacy ratio/CAR) di kisaran 23%. Capaian itu melebihi posisi permodalan bank pelat merah lainnya. Dengan demikian, kata dia, rasio kecukupan modal tersebut dapat berguna untuk melakukan ekspansi guna mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi.
Terlebih PNM dan Pegadaian pun menurutnya memiliki kinerja yang positif di masa pandemi, sehingga ke depan perlu didorong dengan bantuan yang lebih besar lagi di masa pemulihan.
Penetrasi UMKM
Dengan adanya holding ultra mikro, Kepala Riset Praus Capital Alfred Naingolan menilai strategi BRI ini akan memperdalam penetrasi jasa keuangan formal di segmen mikro bahkan ultra mikro nasional. Hal ini meningat BRI jadi induk dari Pegadaian dan PNM.
"Tentu hal ini akan sangat baik bagi ekonomi. Ini untuk penetrasi pembiayaan segmen mikro. Pada akhirnya akan bermanfaat untuk kinerja holding ini, untuk meningkatkan pendapatan lebih optimal," katanya dalam kesempatan berbeda.
Terkait Pegadaian dan PNM, Alfred mengatakan kedua perusahaan tersebut akan mendapatkan dukungan pendanaan yang kuat dari BRI sebagai salah satu dampak holding. Selain itu, penetrasi bisnis Pegadaian dan PNM akan semakin lebar karena mendapat sokongan dari segi infrastruktur, manajemen, teknologi, hingga jaringan dari BRI maupun integrasi kinerja di dalam holding.
"Dengan integrasi ini, tentu akses pendanaan murah. Dana simpanan juga akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan nasabah Pegadaian dan PMN," ujarnya.
"Bagaimana pun tantangan seperti budaya organisasi, penyatuan visi bisnis, SDM menjadi dinamika dalam percepatan konsolidasi internal holding ultra mikro," imbuhnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch. Amin Nurdin pun menilai kontribusi investor publik berpotensi maksimal karena reputasi BRI yang sangat baik dalam pembiayaan dan pemberdayaan di segmen mikro nasional. Dia memproyeksikan kontribusi pemegang saham publik dalam penerbitan saham baru untuk pembentukan holding BUMN Ultra Mikro (UMi) akan berada di kisaran Rp 20-40 triliun.
"Dengan dana tersebut, Bank BRI sebagai induk holding akan mampu mendorong kinerja holding lebih kuat lagi," kata Amin, Rabu (21/7/2021).
Prospek Saham
Dalam riset yang dipublikasikan 17 Juni 2021, Head of Research Samuel Sekuritas, Suria Dharma menilai rencana pembentukan Holding Ultra-Mikro di bawah BBRI dengan pengambilalihan Pegadaian dan PNM diperkirakan akan memberikan sinergi yang positif.
"Pengambilalihan akan dilakukan pada 1,75x PBV [price to book value, rasio harga terhadap nilai nuku] yang dianggap fair. Di sisi lain, inbreng pemerintah dilakukan pada nilai pengambilalihan sebesar Rp 54,8 triliun sehingga berarti ada kas Rp 41,7 triliun diharapkan akan diperoleh dari porsi masyarakat yang melaksanakan rights," kata Suria, dikonfirmasi CNBC Indonesia terkait risetnya.
"Nilai akuisisi yang kami anggap masih menarik adalah tidak melebihi Rp 62,3 triliun atau 2 kali PBV," kata Suria.
Hanya saja, dia menegaskan, yang perlu diperhatikan adalah inbreng yang akan dilakukan pemerintah yakni sebesar nilai pengambilalihan Pegadaian-PNM atau sebesar Rp 54,8 triliun.
Ini berarti ada Rp 41,7 triliun yang diharapkan didapatkan dari porsi masyarakat dan bukan untuk mengambilalih Pegadaian-PNM, tapi lebih untuk meningkatkan struktur modal sekaligus CAR (rasio kecukupan modal) yang diperkirakan akan meningkat menjadi 23% (dari 19.8% di 1Q21).
Sebab itu, melihat besarnya rencana rights issue ini, maka untuk jangka pendek diperkirakan akan ada tekanan terhadap harga saham BBRI, karena bobotnya yang tinggi di portfolio investor maupun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Walaupun demikian, kami mempertahankan BUY dengan target harga di Rp 5.300 atau mencerminkan 3,1 kali PBV 21F (proyeksi 2021)," kata Suria.
Data BEI mencatat, pada perdagangan Rabu kemarin (21/7), saham BBRI ditutup naik 1,06% di Rp 3.820/saham. Sebulan terakhir saham BBRI turun 5,35%, dan 3 bulan terakhir juga minus 8%. Hanya saja, asing kemarin sudah masuk Rp 61 miliar dan sepekan sudah akumulasi Rp 332 miliar di pasar reguler atas saham BBRI.