Rugi 7 Tahun & 24 Bulan Suspensi, Trikomsel Bakal Delisting
Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten bergerak dalam bidang perdagangan dan distribusi peralatan telekomunikasi, PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO), berpotensi dihapus pencatatannya (delisting) di lantai bursa oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) karena perdagangan sahamnya telah disuspensi (dihentikan sementara) selama 24 bulan per tanggal 17 Juli 2021.
Merujuk pada Ketentuan III.3.1.2 Peraturan Bursa Nomor I-I, Bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir. Artinya, ketentuan ini sudah terpenuhi oleh saham Trikomsel.
Potensi delisting ini juga salah satunya diakibatkan oleh buruknya kinerja keuangan perusahaan yang pasarnya mulai tergerus akibat pindahnya perilaku konsumsi masyarakat yang mulai mengadopsi dan terbiasa dengan transaksi online.
Tercatat saat ini hampir semua merek telepon genggam sudah membuka toko resminya di platform e-commerce dan membuat persaingan distribusi semakin ketat yang akhirnya menggerus pendapatan perusahaan.
Pada kuartal I-2021, TRIO membukukan pendapatan sebesar Rp 129,43 miliar, turun 43,85% dari periode yang sama tahun sebelumnya sejumlah Rp 230,53 miliar.
Pendapatan perusahaan melanjutkan tren penurunan dari tahun ke tahun tanpa menunjukkan perbaikan yang berarti.
Misalnya, sepanjang tahun 2017 pendapatan perusahaan tercatat sebesar Rp 2,03 triliun, selanjutnya tahun 2018 turun menjadi Rp 1,67 triliun.
Tahun 2019 pendapatan perusahaan kembali terdepresiasi dengan penjualan tidak lagi menembus angka triliun menjadi sebesar Rp 966,72 miliar, hingga akhirnya pada 2020 perusahaan hanya mampu memperoleh pendapatan Rp 494,47 miliar.
Dengan kata lain pendapatan TRIO tahun 2020 kurang dari seperempat pendapatan tahun 2017. Penjualan telepon seluler mengalami penurunan signifikan dari Rp 1,24 triliun tahun 2017 menjadi hanya Rp 441,16 miliar tahun 2020. Hal yang sama juga terjadi pada penjualan voucher isi ulang.
Tercatat perusahaan masih mengalami kerugian bersih sebesar Rp 18,29 miliar pada 3 bulan awal tahun ini, angka ini sedikit membaik dari kerugian sebesar Rp 70,12 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Tercatat terakhir kali perusahaan memperoleh laba bersih adalah pada tahun 2014 lalu sebesar Rp 314 miliar, setelahnya perusahaan terus mengalami kerugian dari tahun ke tahun. Dengan demikian setidaknya sudah 7 tahun terakhir TRIO merugi.
Selain kerugian perusahaan juga mengalami defisiensi modal, sampai akhir Maret 2021 aset perusahaan tercatat sejumlah Rp 116,33 miliar dengan liabilitas sebesar Rp 4,10 triliun. Hal ini menyebabkan ekuitas perusahaan tercatat negatif Rp 3,99 triliun.
Sebenarnya TRIO bukan tanpa usaha, berbagai cara sudah ditempuh mulai dari membuka toko online, memperluas jaringan distribusi Shop on Shop dengan sistem pembagian keuntungan hingga berbisnis Smart Edu-Toys. Meskipun begitu kinerja perusahaan tidak kunjung membaik.
Lebih dari itu anak usahanya yang memiliki segmen bisnis serupa, PT Globe Kita Terang Tbk (dulu bernama PT Global Teleshop Tbk/GLOB) untuk terus bertahan harus beradaptasi dengan melakukan diversifikasi bisnis dan produk, mulai dari menjual peralatan komputer hingga bisnis gaya hidup seperti seperti penjualan sneaker, mesin dan peralatan kopi, minuman herbal dan jual-beli tas bekas bermerek terkenal.
Terkait dengan potensi delisting ini, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Vera Florida memberikan catatan kepada para investor.
"Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perseroan," tulis Vera dilansir keterbukaan informasi (16/7).
(tas/tas)