
Gegara Dihantui Perpanjangan PPKM Darurat, Rupiah Menyerah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (15/7/2021).
Meski demikian, kabar baiknya Mata Uang Garuda masih mampu bertahan di bawah Rp 14.500/US$. Rupiah bahkan bisa saja menguat seandainya tidak tertekan akibat kemungkinan diperpanjangnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat.
Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.460/US$, sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Rupiah setelahnya masuk ke zona merah, melemah hingga 0,24% ke Rp 14.510/US$.
Rupiah berhasil memangkas pelemahan, mengakhiri perdagangan di Rp 14.480/US$ atau melemah 0,03% di pasar spot, melansir data Refintiv.
Jika rupiah melemah tipis, beberapa mata uang utama Asia lainnya justru mampu menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 15:03 WIB, dolar Taiwan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,31%, disusul won Korea Selatan, dan yuan China.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
![]() |
Beberapa mata uang Asia mampu menguat melawan dolar AS menunjukkan jika the greenback kembali tertekan, khususnya setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, kembali meredam spekulasi tapering di tahun ini.
Powell berbicara dalam rangka Semi Annual Monetary Policy Report di hadapan House Financial Services Committee kemarin malam, dan mengatakan belum akan merubah kebijakan moneternya.
Sementara itu inflasi tinggi di AS, yang kembali memunculkan spekulasi tapering di tahun ini, sekali lagi ditegaskan hanya bersifat sementara, dan ke depannya tekanan inflasi akan moderat.
Menurut Powell, tolak ukur The Fed yakni "kemajuan substansial" menuju pasar tenaga kerja penuh (full employment) dan stabilitas harga masih "jauh" dari kata tercapai.
Sementara itu yuan China masih menguat meski data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Negeri Tiongkok melambat.
Data yang dirilis dari China pagi tadi menunjukkan PDB di kuartal II-2021 tumbuh 7,9%, sedikit lebih rendah dari prediksi para ekonomi yang disurvei Reuters sebesar 8,1%.
Biro Statistik China mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih kuat dan berkelanjutan, tetapi masih ada risiko dari penyebaran virus corona secara global serta pemulihan ekonomi yang "belum berimbang" di dalam negeri.
Hal senada juga diungkapkan oleh analis dari JP Morgan Asset Management dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
"Secara keseluruhan, ekonomi China berada pada jalur pemulihan yang tepat, dengan target pertumbuhan tahunan 6% akan bisa dicapai," kata Chaoping Zhu, ahli strategi pasar JP Morgan Asset Management.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rupiah Tertekan Kemungkinan Perpanjangan PPKM Mikro Darurat
