
Cek Fakta! Meski Drop, 7 Saham Ini Diburu Asing Sejak Januari

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing masih mencatatkan beli bersih (net buy) sebesar Rp 4,07 triliun di pasar reguler sepanjang tahun ini hingga perdagangan Selasa kemarin (13/7/2021) atau year to date (YTD) di tengah kenaikan tipis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode 7 bulan itu.
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, di pasar reguler, secara YTD net buy asing mencapai Rp 4,07 triliun, sementara ditambah dengan pasar negosiasi dan tunai Rp 9,66 triliun maka total net buy asing di semua pasar Rp 13,73 triliun.
Pembelian di pasar nego memang beberapa kali bernilai jumbo terutama ketika investor institusi mencaplok saham perusahaan di BEI.
Misalnya transaksi nego Rp 1,3 triliun di saham PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF), kemudian sebelumnya Rp 1,99 triliun di saham PT Indointernet Tbk (EDGE) ketika Digital Edge Hong Kong masuk.
Hingga Selasa kemarin (13/7), IHSG hanya naik 0,55% di level 6.012, sementara dalam 1 bulan terakhir indeks acuan pasar saham RI ini masih minus 1,26%.
Pada perdagangan Selasa kemarin, IHSG ditutup anjlok 1,09% di 6.012 dengan nilai transaksi Rp 11,15 triliun. Net buy asing dalam sehari kemarin Rp 92 miliar di pasar reguler. Penurunan ini terjadi saat angka Covid-19 harian di Tanah Air terus melesat di atas 40.000 dalam sehari.
Berikut saham-saham yang diborong asing sejak Januari hingga Selasa kemarin, sebagian besar saham-saham ini justru melorot harganya, tapi ramai diborong.
10 Saham Net Foreign Buy (Awal Januari-13 Juli 2021) Reguler
1. Telkom Indonesia (TLKM), net buy Rp 3,9 T, saham -7,25% Rp 3.070
2. Bank BRI (BBRI), Rp 3,3 T, saham -9,35% Rp 3.780
3. Bank Mandiri (BMRI), Rp 1,7 T, saham -8,70% Rp 5.775
4. Merdeka Copper (MDKA), Rp 779 M, saham +20,99% Rp 2.940
5. Kalbe Farma (KLBF), Rp 676 M, saham -10,14% Rp 1.330
6. Bank Negara Indonesia (BBNI), Rp 671, saham -24,37% Rp 4.670
7. United Tractors (UNTR), Rp 565 M, saham -28,48% Rp 19.025
8. Tower Bersama (TBIG), Rp 563 M, saham +96,93% Rp 3.210
9. Indo Tambangraya (ITMG), Rp 413 M, saham +3,61% Rp 14.350
10. Unilever (UNVR), Rp 372 M, saham -30,61% Rp 5.100
Mengacu data BEI di atas, praktis hanya tiga saham yang naik secara YTD yakni MDKA, TBIG dan ITMG. Penguatan terbesar dicatatkan emiten menara telekomunikasi Grup Saratoga yakni TBIG yang mencapai 96,93% dengan nilai transaksi Rp 21 triliun secara YTD.
Tampak bahwa aksi beli dilakukan investor asing kendati saham-saham tersebut, yakni 7 saham mengalami koreksi tajam pada periode tersebut. Koreksi terbesar saham dicatatkan Unilever Indonesia -31% dengan nilai transaksi Rp 14,4 triliun.
Secara kinerja, tahun lalu, laba bersih Unilever Indonesia memang tercatat turun 3,11% menjadi Rp 7,16 triliun, dari tahun sebelumnya Rp 7,39 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan, penurunan laba bersih ini seiring dengan kenaikan tipis pendapatan di tahun pandemi Covid-19. Total penjualan bersih UNVR di 2020 mencapai Rp 42,97 triliun, naik 0,12% dari 2019 yakni Rp 42,92 triliun.
Adapun laba TBIG tahun lalu mencapai sebesar Rp 1 triliun, naik 23,1% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 819,45 miliar. Kenaikan laba perseroan ini sejalan dengan kenaikan pendapatan sebesar 13% menjadi Rp 5,32 triliun dari tahun sebelumnya Rp 4,69 triliun.
NEXT: Dihantui Sentimen Covid-19
Saat ini Indonesia belum bisa lepas dari tahap kritis akibat ledakan kasus Covid-19 yang telah terjadi beruntun dalam 3 pekan terakhir. Pada Selasa (13/7/2021), kasus baru positif Covid-19 terus meroket dan menciptakan rekor baru.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sejak Senin pukul 12.00 hingga Selasa pukul 12.00, kasus baru Covid-19 bertambah 47.899 pasien. Selasa kemarin menggenapi kelamnya data kasus Covid-19 pekan ini yang terus mencetak rekor beruntun.
Rekor Selasa kemarin memecahkan rekor kemarin yang menembus 40.427 kasus. Alhasil, hingga Selasa, total konfirmasi positif di Indonesia menembus 2,615 juta kasus.
Pengamat pasar saham MNC Asset Management, Edwin Sebayang khawatir dengan adanya rekor ini, dan kebijakan PPKM Darurat yang kemungkinan diperpanjang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dari yang diproyeksikan sebelumnya.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan, sejak awal tahun Edwin sudah memprediksi PDB Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 3,5%.
"Memperpanjang PPKM Darurat dampaknya ekonomi Indonesia akan terpukul," kata Edwin, Selasa.
Meski demikian, secara industri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan akan terus menjaga stabilitas sistem keuangan termasuk pasar modal agar tetap terjaga.
Tahun ini, OJK bahkan menargetkan nilai penghimpunan dana (fund raising) di pasar modal melalui penawaran umum akan mencapai Rp 150 triliun sampai dengan Rp 180 triliun di tahun ini atau naik kisaran 26-52% dari penggalangan dana di pasar modal tahun lalu mencapai Rp 118,7 triliun.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, sampai dengan 29 Juni 2021, nilai penawaran umum di pasar modal, baik melalui penawaran umum perdana (initial publik offering/IPO), rights issue (penerbitan saham baru), hingga penawaran umum surat utang (obligasi) mencapai Rp 67,8 triliun dari sebanyak 68 penawaran umum.
"Penghimpunan dana di pasar modal kami perkirakan akan meningkat Rp 150-180 triliun, berdasarkan yang dicapai sekarang dan pipeline cukup besar," kata Wimboh, dalam paparannya di acara webinar bertajuk "Economic Outlook Prospek Ekonomi Pasca-Stimulus dan Vaksinasi, Selasa (6/7/2021).
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Lesu Lagi, Asing Borong BBCA-TLKM & Lepas BUKA-ISAT
