
Diguncang Rekor Covid, OJK: Stabilitas Jasa Keuangan Terjaga!

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan masih tetap terjaga kendati jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terus menunjukkan kenaikan.
Meski demikian, kebijakan pemerintah memberlakukan PPKM Darurat untuk mengendalikan pandemi turut berimbas pada tertekannya fungsi intermediasi.
"Secara umum, kami melihat stabilitas sektor keuangan tetap terjaga, walau fungsi intermediasi berpotensi tertekan dengan adanya PPKM Darurat di Jawa dan Bali," kata Deputi Komisioner Stabilitas Perbankan OJK, Agus Edi Siregar dalam dalam wawancara di program Closing Bell, Economic Update CNBC Indonesia, Selasa (13/7/2021).
Agus membeberkan, di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tetap stabil, dengan jumlah penghimpunan dana sampai dengan 6 Juli mencapai Rp 91,7 triliun yang terdiri dari 83 penawaran umum.
Investor pasar modal sudah meningkat menjadi 5,60 juta investor yang didominasi investor ritel dan kelompok generasi milenial.
![]() Deputi Komisioner Stabilitas Perbankan OJK, Agus Edi Siregar |
Di sektor perbankan, sampai dengan Mei, secara bulanan, pertumbuhan kredit kontraksinya membaik ke level -1,28%.
"Secara agregat sudah mulai ada perbaikan, dari data OJK, penyaluran kredit baru 6,5%, namun ada pelunasan kredit yang cukup besar," ungkap Agus.
Menurut Agus, fungsi intermediasi sangat bergantung pada pemulihan confidence pelaku usaha dan normalisasi kegiatan masyarakat.
Sementara itu, dari sisi risiko kredit, OJK mencatat non performing loan (NPL, kredit bermasalah) masih jauh di bawah ketentuan threshold 5% dengan kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 780 triliun, menurun dari posisi awal-awal restrukturisasi Covid-19 yang mencapai Rp 830 triliun.
Meski demikian, Agus membeberkan sejumlah tantangan yang perlu dicermati pelaku pasar, antara lain, percepatan vaksinasi di tengah varian baru.
Kedua, pemulihan ekonomi akan berhadapan dengan normalisasi kebijakan negara maju.
"Seperti kemungkinan taper tantrum [pengurangan pembelian aset oleh] Fed [bank sentral AS], ini perlu dicermati bersama," imbuhnya.
Sementara itu, neraca dagang ekspor impor menunjukkan surplus memberikan ruang bagi perusahaan memiliki potensi ekspor masih besar dan cukup baik di tengah pemulihan ekonomi global.
Keempat, adanya percepatan transformasi digital di perekonomian Indonesia, namun harus tetap mewaspadai adanya risiko serangan siber melalui penyalahgunaan teknologi.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Perang' Lawan Corona, Ini Sederet Jurus OJK Pulihkan Ekonomi