Fakta-fakta Saham DCII Salim Digembok 19 Hari, Liar 14.000%!
Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen emiten data center milik pengusaha Toto Sugiri PT DCI Indonesia Tbk (DCII) menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah saham DCII disuspensi sejak 17 Juni lalu, atau 19 hari perdagangan Bursa, nyaris sebulan jika di luar periode perdagangan.
Sejak tercatat di BEI 6 Januari 2021, harga saham ini meroket 14.000% menjadi Rp 59.000/saham dari Rp 420/saham harga penawaran umumnya (IPO, initial public offering).
Berikut sejumlah jawaban atas pertanyaan BEI yang dirangkum dalam keterbukaan informasi DCII di BEI:
1. Harga Saham, Metode Valuasi
Dalam jawaban kepada Bursa, manajemen DCII mengatakan, perseroan tidak memiliki komentar khusus terkait dengan harga saham perusahaan per 16 Juni 2021 yang mencapai Rp 59.000/saham.
"Mengingat naik dan turunnya harga saham perseroan bergantung pada mekanisme pasar dan persepsi pasar atas kinerja dan potensi masa depan perseroan," kata Sekretaris Perusahaan DCII Gregorius Nicholas Suharsono, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (13/7/2021).
Manajemen DCI Indonesia juga menanggapi pertanyaan otoritas bursa mengenai metode yang digunakan untuk menghitung valuasi saham DCII.
Harga IPO DCII pada 6 Januari 2021 yakni Rp 420/saham, sebelum kemudian melonjak signifikan dalam kurun waktu 5 bulan.
Kata Gregorius, penetapan harga saham IPO perseroan berdasarkan metode valuasi perusahaan pada umumnya, yaitu dengan berdasarkan nilai buku dan pendapatan perseroan.
Mengutip penjelasan Gregorius, berdasarkan laporan keuangan auditper 31 Agustus 2020, ekuitas DCII sebesar Rp 646 miliar dan pendapatan Rp 105 miliar.
Dengan harga IPO sebesar Rp 420/saham, nilai rasio PBV (Price to Book Value) saham DCII tercatat 1,55 kali dan PER (Price to earning ratio) sebesar 8,09 kali dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 1 triliun.
"Penentuan harga tersebut dengan pertimbangan bahwa penawaran ini adalah penawaran perdana dan belum ada perusahaan dengan industri sejenis yang telah diperdagangkan di Bursa," jelas Gregorius.
Gregorius menambahkan, perseroan juga melakukan proses benchmarking (mengevaluasi & membandingkan) terhadap PBV beberapa perusahaan tercatat dalam sektor teknologi sepanjang tahun 2019 - 2020, dimana median PBV berada di 1,8 kali.
"Melihat tidak ada nya perusahaan teknologi dalam bidang yang sama dengan perseroan dan juga untuk mengantisipasi kondisi market yg sedang melemah di tengah pandemic Covid-19, perseroan menetapkan harga sedikit di bawah valuasi rata-rata median ratio PBV perusahaan sektor teknologi pada saat penawaran agar bisa menjual seluruh saham baru yang ditawarkan," kata Gregorius.
Saat ini, kapitalisasi pasar DCII (sebelum disuspensi) sudah meroket menjadi Rp 141 triliun, dan masuk jajaran 10 besar emiten big cap (kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun).
NEXT: Apa Hubungannya dengan Salim?
(tas/tas)