
Bukan Sulap Bukan Sihir! Ini Yang Buat Rupiah Garang Pagi Ini

Beberapa analis juga melihat meski data tenaga kerja cukup bagus, khususnya NFP, tetapi tidak akan cukup bagi The Fed untuk merubah panduan kebijakan moneternya.
"Saya pikir laporan tersebut sangat bagus, karena perekrutan tenaga kerja semakin cepat yang menjadi tanda positif pemulihan ekonomi di semester II. Tetapi data tersebut tidak akan membuat The Fed mengubah panduannya untuk memulai tapering saat ini, kata Angelo Kourkafas, ahli strategi investasi di Edward Jones, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).
Seperti diketahui sebelumnya, dalam rapat kebijakan moneter bulan Juni lalu, The Fed merubah panduannya mengenai suku bunga. The Fed mengindikasikan akan suku bunga bisa naik 2 kali di tahun 2023 masing-masing 25 basis poin hingga menjadi 0,75%.
Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.
Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.
Jika mayoritas anggota The Fed melihat suku bunga akan naik di 2023, maka tapering kemungkinan baru akan dilakukan di tahun depan.
Hal senada juga diungkapkan Bart Melek, kepala ahli strategi komoditas di TD Securities. Melek mengatakan virus corona varian delta masih menjadi ancaman yang bisa mengganggu pemulihan ekonomi Paman Sam. Ditambah lagi, vaksinasi di beberapa wilayah yang berjalan dengan lambat, membuat The Fed akan berhati-hati dalam melakukan tapering atau pun menaikkan suku bunga.
Dengan tapering yang diperkirakan belum akan dilakukan dalam waktu dekat, indeks dolar AS berbalik merosot.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
