
Bukan Sulap Bukan Sihir! Ini Yang Buat Rupiah Garang Pagi Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah langsung menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (5/7/2021) hingga kembali ke bawah Rp 14.475/US$. Dolar AS yang terpuruk pasca rilis data tenaga kerja menjadi pemicu penguatan rupiah.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat ke Rp 14.475/US$, menguat 0,38% di pasar spot. Jika berhasil dipertahankan hingga penutupan perdagangan nanti, maka rupiah akan menghentikan kinerja buruk melemah 5 hari beruntun dengan total 0,76%.
Jebloknya dolar AS terjadi pasca rilis data tenaga kerja, yang merupakan salah satu indikator bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter baik itu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.
Indeks dolar AS yang sebelumnya menguat 7 hari beruntun berbalik merosot 0,4% di hari Jumat.
Pada Jumat lalu, Badan Statistik Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang. Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguranm justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%.
Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%. Tetapi tidak lama malah balik merosot.
"Awalnya kita bereaksi positif terhadap data NFP yang lebih kuat dari perkiraan. Tetapi dolar AS kemudian berbalik melemah melihat detail laporan tersebut, khususnya tingkat pengangguran yang naik," kata Vassilu Serebriakov, ahli strategi mata uang di UBS New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).
Kenaikan upah yang lebih rendah dari perkiraan juga memberikan tekanan. Sebab upah terkait dengan daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada inflasi.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.
Namun, ketika rata-rata upah kenaikannya tidak besar, maka proyeksi The Fed jika inflasi tinggi hanya bersifat sementara memang benar adanya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Tidak Terjadi Dalam Waktu Dekat
