Bukan Sulap Bukan Sihir! Ini Yang Buat Rupiah Garang Pagi Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 July 2021 09:27
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah langsung menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (5/7/2021) hingga kembali ke bawah Rp 14.475/US$. Dolar AS yang terpuruk pasca rilis data tenaga kerja menjadi pemicu penguatan rupiah.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat ke Rp 14.475/US$, menguat 0,38% di pasar spot. Jika berhasil dipertahankan hingga penutupan perdagangan nanti, maka rupiah akan menghentikan kinerja buruk melemah 5 hari beruntun dengan total 0,76%. 

Jebloknya dolar AS terjadi pasca rilis data tenaga kerja, yang merupakan salah satu indikator bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter baik itu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.

Indeks dolar AS yang sebelumnya menguat 7 hari beruntun berbalik merosot 0,4% di hari Jumat.

Pada Jumat lalu, Badan Statistik Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang. Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguranm justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%.

Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%. Tetapi tidak lama malah balik merosot.

"Awalnya kita bereaksi positif terhadap data NFP yang lebih kuat dari perkiraan. Tetapi dolar AS kemudian berbalik melemah melihat detail laporan tersebut, khususnya tingkat pengangguran yang naik," kata Vassilu Serebriakov, ahli strategi mata uang di UBS New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).

Kenaikan upah yang lebih rendah dari perkiraan juga memberikan tekanan. Sebab upah terkait dengan daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada inflasi.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Namun, ketika rata-rata upah kenaikannya tidak besar, maka proyeksi The Fed jika inflasi tinggi hanya bersifat sementara memang benar adanya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Tapering Tidak Terjadi Dalam Waktu Dekat

Beberapa analis juga melihat meski data tenaga kerja cukup bagus, khususnya NFP, tetapi tidak akan cukup bagi The Fed untuk merubah panduan kebijakan moneternya.

"Saya pikir laporan tersebut sangat bagus, karena perekrutan tenaga kerja semakin cepat yang menjadi tanda positif pemulihan ekonomi di semester II. Tetapi data tersebut tidak akan membuat The Fed mengubah panduannya untuk memulai tapering saat ini, kata Angelo Kourkafas, ahli strategi investasi di Edward Jones, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).

Seperti diketahui sebelumnya, dalam rapat kebijakan moneter bulan Juni lalu, The Fed merubah panduannya mengenai suku bunga. The Fed mengindikasikan akan suku bunga bisa naik 2 kali di tahun 2023 masing-masing 25 basis poin hingga menjadi 0,75%.

Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.

Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.

Jika mayoritas anggota The Fed melihat suku bunga akan naik di 2023, maka tapering kemungkinan baru akan dilakukan di tahun depan.

Hal senada juga diungkapkan Bart Melek, kepala ahli strategi komoditas di TD Securities. Melek mengatakan virus corona varian delta masih menjadi ancaman yang bisa mengganggu pemulihan ekonomi Paman Sam. Ditambah lagi, vaksinasi di beberapa wilayah yang berjalan dengan lambat, membuat The Fed akan berhati-hati dalam melakukan tapering atau pun menaikkan suku bunga.

Dengan tapering yang diperkirakan belum akan dilakukan dalam waktu dekat, indeks dolar AS berbalik merosot.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular