
Dugaan Korupsi di Kredit Macet LPEI, 6 Orang Dicecar Kejagung

Jakarta, CNBC Indonesia - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampisdus) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap enam orang sebagai saksi terkait dengan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional Oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Berdasarkan keterangan resmi Kejagung, keenam orang ini CR selaku Relation Manajer Unit Binis LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas di LPEI, kemudian FH selaku Kepala Departemen LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT.JMI, dan ER selaku Kepala Departemen Analisa Resiko Bisnis II LPEI, diperiksa terkait analisa resiko bisnis pada pemberian fasilitas kredit PT.JMI.
Tiga orang berikutnya, JA selaku Kepala Departemen Analisa Resiko Bisnis LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT. MWI, VB selaku Kepala Sub Direktorat pada Direktorat Teknis Kepabeanan Dirjen Bea dan Cukai, diperiksa terkait prosedur ekspor Sarang Burung Walet (SBW), dan R selaku Konsultan Penilai Publik dari Kantor Konsultan Jasa Penilai Publik Romulo, Chalie dan rekan, diperiksa terkait perhitungan fixed aset debitur LPEI.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional Oleh LPEI," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Jumat (2/7/2021).
Menghadapi kasus ini Corporate Secretary LPEI Agus Windiarto mengungkapkan pihaknya akan terus mengikuti proses sesuai ketentuan yang berlaku dan akan bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Hal ini juga merupakan bentuk tanggung jawab LPEI dalam dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
"LPEI berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan dan meningkatkan kapasitas usaha untuk mendukung sektor berorientasi ekspor sesuai dengan mandat. Kami menghargai perhatian dan dukungan media kepada LPEI dalam menjalankan mandatnya dan membantu pemulihan ekonomi nasional," kata Agus.
Sebelumnya pada pekan lalu Leonard menjelaskan bahwa LPEI di dalam penyaluran kredit diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada 2019 sebesar 23,39%.
"Dimana berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun, dimana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)," ujarnya.
Selanjutnya, tutur Leonard, berdasarkan statement di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74% dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada profitabilitas (keuntungan). Kenaikan CKPN ini untuk mengkover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah di antaranya disebabkan oleh ke - 9 debitur tersebut di atas.
"Bahwa salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah Grup Walet yaitu PT. Jasa Mulia Indonesia, PT. Mulia Walet Indonesia dan PT. Borneo Walet Indonesia dimana selaku Direktur Utama dari 3 (tiga) perusahaan tersebut adalah Sdr. S," ujarnya.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kejagung Sidik Dugaan Korupsi pada Kredit Macet LPEI Rp 683 M