Gegara Covid-19 "Meledak", Investor Balik Badan Jual Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 July 2021 17:48
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tidak pernah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini, meski pelemahannya juga tidak besar, 0,76% ke Rp 14.530/US$.

Tetapi kabar buruknya, para investor balik badan, dari sebelumnya "memborong", kini malah menjual rupiah.

Berbaliknya sentimen terhadap rupiah tersebut tercermin dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters yang menunjukkan pelaku pasar kini mengambil posisi jual (short) rupiah, setelah mengambil posisi beli (long) dalam 3 survei beruntun.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Survei terbaru yang dirilis Kamis (1/7/2021) menunjukkan angka untuk rupiah di 0,36 berbalik drastis dari survei 2 pekan lalu -0,5.

Tidak hanya rupiah, semua mata uang Asia juga mengalami penurunan posisi beli hingga berbalik menjadi jual. Tetapi tidak ada yang separah rupiah.

Sebabnya, rupiah terpukul dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, ledakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) dalam beberapa pekan terakhir membuat para pelaku pasar menjauhi rupiah.

Pemerintah kini sudah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat resmi diumumkan Kamis kemarin dan berlaku mulai 3 Juli, guna meredam penyebaran Covid-19.

PPKM Mikro Darurat diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin.

"Setelah dapatkan banyak masukan, menteri, ahli kesehatan dan kepala darah saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus untuk Jawa Bali," kata Jokowi melalui youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7/2021). 

Pengetatan terjadi di berbagai sektor. Pusat perbelanjaan, mal, dan pusat perdagangan ditutup sementara.

Saat PPKM Mikro Darurat resmi diumumkan, kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kembali mencetak rekor. Kemarin, jumlah kasus positif Covid-19 dilaporkan sebanyak 24.836 orang, dan pecah lagi pada hari ini sebanyak 25.830 orang.

Lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) sudah menggerogoti sektor manufaktur.

IHS Markit melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.

Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.

"Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.

Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.

Laju ekspansi tersebut berisiko melambat lebih jauh, sebab PPKM Mikro Darurat yang lebih ketat kabarnya akan diterapkan di awal Juli.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Sedang Kuat-Kuatnya

Sementara dari luar negeri, dolar AS sedang kuat-kuatnya, yang membuat semua mata uang Asia terpukul.

Kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini kembali menguat 0,17% ke 92,597 yang merupakan level terkuat sejak 6 April. Hingga Kamis, indeks dolar AS sudah menguat selama 7 hari beruntun.

Sepanjang bulan Juni, indeks dolar AS bahkan membukukan penguatan 2,6%, yang merupakan kinerja terbaik sejak November 2016. Penguatan tersebut dipicu perubahan proyeksi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed), dari yang sebelumnya tahun 2024, menjadi tahun 2023, bahkan tidak menutup kemungkinan kenaikan dilakukan tahun depan.

Pelaku pasar saat ini menanti rilis data tenaga kerja AS malam ini untuk melihat peluang tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (Quantitative Easing/QE) The Fed akan dilakukan dilakukan tahun ini.

Sebelum menaikkan suku bunga, The Fed akan melakukan tapering terlebih dahulu.

Jumat pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Inflasi PCE tersebut merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.

Data lain yang digunakan The Fed adalah pasar tenaga kerja. Hasil polling Reuters terhadap para ekonom menunjukkan sepanjang bulan Juni penambahan pekerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll) diprediksi sebanyak 700.000 orang, lebih banyak dibandingkan penambahan bulan Mei 559.000 orang. Sementara tingkat pengangguran diprediksi turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 5,8%.

Dolar AS berpeluang menguat lebih lanjut jika data tersebut sesuai ekspektasi atau lebih baik lagi.

"Pada umumnya kami melihat dolar AS akan tetap kuat pada hari Jumat sebelum rilis data tenaga kerja," kata Ned Rumpeltin, kepala ahli strategi mata uang di TD Securities dalam sebuah catatan, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (1/7/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular