Archi Pendatang Baru di Bursa RI, Semenarik Apa Saham Emas?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
30 June 2021 08:55
IPO Archi
Foto: Dok Archi

Jakarta, CNBC Indonesia - Subsektor pertambangan emas di bursa Tanah Air kedatangan pemain baru, yakni emiten besutan taipan Peter Sondakh dari Grup Rajawali PT Archi Indonesia Tbk (ARCHI) yang baru saja melakukan pencatatan umum saham perdana (initial public offering/IPO) pada Senin (28/6/2021) lalu.

Archi menjadi emiten yang ke-21 di tahun ini dan dicatatkan di papan perdagangan utama Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat IPO, ARCI melepas sebanyak 3,72 miliar saham baru yang setara 15% dari modal yang ditempatkan dan disetor perseroan dengan harga penawaran umum Rp 750 per saham. Dengan demikian, dana IPO tersebut mencapai Rp 2,79 triliun.

Dana yang diperoleh rencananya akan digunakan untuk pembayaran pokok utang perusahaan dan anak usahanya dengan porsi sebesar 95% dari dana IPO ini.

Sementara itu, 5% sisanya akan digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan operasional perusahaan bersama dengan anak usahanya PT Meares Soputan Mining (MSM) dan/atau PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN).

Asal tahu saja, hingga akhir Desember 2020 lalu perusahaan tercatat memiliki utang bank total mencapai US$ 394,45 juta (Rp 5,71 triliun, asumsi kurs Rp 14.500/US$).

Mengacu situs perusahaan, Archi Indonesia saat ini adalah salah satu produsen pure-playemas (pure-play gold producer) terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Sejak berdiri tahun 2010, perseroan melakukan pemrosesan lebih dari 8 ton emas setiap tahunnya.

Sebelum IPO, saham perseroan sebanyak 99% dimiliki oleh PT Rajawali Corpora atau Grup Rajawali yang didirikan oleh konglomerat Peter Sondakh. Dengan demikian, pihak pengendali dan pemegang saham utama (ultimate shareholder) dari Archi adalah Peter Sondakh.

Adapun setelah IPO, Rajawali Corpora menggenggam 84,99% saham ARCI, kemudian PT Wijaya Anugerah Cemerlang memiliki 0,01%, dan sisanya dimiliki masyarakat sebesar 15%.

Rencana Archi melantai di bursa saham sudah mengemuka sejak 2014 lalu, tetapi realisasinya sempat tertunda.

Kala itu, perseroan menargetkan perolehan dana dari IPO sebesar Rp 3 triliun sampai dengan Rp 3,9 triliun dengan melepas sebanyak 1,6 miliar saham baru. Nilai itu setara dari 40,4% dari modal yang ditempatkan dengan perkiraan harga pelaksanaan IPO sebesar Rp 1.895 sampai dengan Rp 2.445 per saham.

Dengan melantainya ARCI di bursa saat ini otomatis menambah daftar emiten-emiten yang masuk ke dalam portofolio Grup Rajawali. Emiten Grup Rajawali yang sudah 'nangkring' duluan di BEI adalah emiten pertambangan batu bara PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT), yang dibeli Grup Rajawali pada 2010.

Sebelum menggunakan nama saat ini, SMMT bernama PT Eatertainment International Tbk. Namun, pada 2012 Eatertainment berganti nama menjadi Golden Eagle dan berganti fokus bisnis dari sebelumnya di bidang restoran dan hiburan menjadi pertambangan. SMMT sendiri tercatat di Bursa Efek Surabaya (sebelum bergabung dengan Bursa Efek Jakarta menjadi BEI) pada 2000 di bawah nama PT Setiamandiri Mitratama.

Selain SMMT, Grup Rajawali juga memiliki emiten perkebunan sawit hasil kerja sama dengan BUMN Malaysia Felda, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT). Pada 27 Oktober 2009 perusahaan resmi melantai di BEI dengan nama PT BW Plantation.

Lalu pada 2014, perusahaan menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi 100% kepemilikan saham di Green Eagle Group milik Grup Rajawali. Pada saat yang bersamaan, perseroan berganti nama menjadi PT Eagle High Plantations Tbk, yakni pada 29 Desember 2014.

Kehadiran ARCI di bursa tentu bakal semakin meramaikan subsektor pertambangan emas yang sebelumnya sudah diisi oleh emiten-emiten yang juga ditopang oleh perusahaan konglomerat raksasa dan BUMN.

Sebut saja, ada emiten milik Grup Saratoga yang didirikan oleh Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), kemudian emiten Grup Astra PT United Tractors Tbk (UNTR). Selanjutnya, emiten Grup Bakrie PT Bumi Resources Minerals (BRMS) dan tidak ketinggalan emiten pelat merah PT Aneka Tambang (ANTM) alias Antam.

Lantas, bagaimana dengan kinerja saham para 'pemain lama' di bidang pertambangan emas di BEI?

Pada halaman selanjutnya, Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas secara singkat kinerja saham emiten emas yang disebutkan di atas, termasuk ARCI, dalam sebulan dan secara year to date (ytd).

Apabila menilik data di atas, saham BRMS menjadi saham yang paling melonjak, baik secara sebulan maupun ytd. Dalam sebulan, saham ini melesat 26,04%, sementara sejak awal tahun melejit 51,57%.

Salah satu sentimen yang ikut 'menggoreng' saham ini akhir-akhir ini ialah adanya kabar di kalangan pelaku pasar soal masuknya Grup Salim ke saham tersebut.

Sebenarnya isu tersebut sudah terdengar sejak beberapa bulan lalu. Menurut pemberitaan CNBC Indonesia, pada 21 Mei lalu, menanggapi isu tersebut Direktur perusahaan Herwin W. Hidayat kala itu menyebutkan masih memantau pelaksanaan rights issue perusahaan.

Mengenai kinerja fundamental, laba bersih BRMS melesat 220% secara tahunan (year-on-year/YoY) sepanjang 2020 menjadi US$, 4,04 juta, dibandingkan laba 2019 senilai US$ 1,26 juta. Laba bersih ini ditopang oleh peningkatan pendapatan perusahaan, yang melesat 87% menjadi US$ 8,3 juta dibandingkan 2019 senilai US$ 4,46 juta.

Direktur Utama BRMS Suseno Kramadibrata mengatakan sekitar 54% dari pendapatan perusahaan atau senilai US$ 4,48 juta berasal dari penjualan emas.

Di posisi kedua, ada saham MDKA yang berhasil terkerek 5,93% dalam sebulan dan terdongkrak 17,70% secara ytd. Namun, sepanjang tahun lalu, kinerja keuangan Merdeka Copper tertekan. Merdeka Copper mencatatkan laba bersih sebesar US$ 36,19 juta atau setara dengan Rp 521,14 miliar sepanjang tahun 2020, dengan asumsi kurs Rp 14.400 per US$.

Nilai tersebut anjlok 48,57% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 70,83 juta atau sekitar Rp 1,01 triliun. Sejurus dengan itu, pendapatan usaha MDKA mengalami penurunan sebesar 20,14% menjadi US$ 321,86 juta atau setara Rp 4,63 triliun dari sebelumnya US$ 402,03 juta.

Kemudian, saham ANTM yang malah anjlok 9,39% dalam sebulan, tetapi masih melonjak 14,73% sejak awal tahun. Sepanjang tahun lalu, laba bersih perusahaan meroket hingga 492,90% menjadi Rp 1,14 triliun.

Padahal kinerja pendapatan Antam mengalami penurunan 16,33% YoY menjadi senilai Rp 27,37 triliun dari posisi 31 Desember 2019 yang senilai Rp 32,71 triliun. Khusus pos emas, penjualan emas 2020 turun sebesar 36% dari tahun sebelumnya yakni sebesar 34.023 kg. Sedangkan, dari sisi produksi juga terkoreksi 17% dari tahun sebelumnya yakni 1,963 kg dari tambang yang sama.

Di bawah ANTM, ada saham UNTR, yang menjadi paling ambles di antara yang lainnya, dengan melorot 9,39% dalam sebulan dan anjlok sedalam 23,87% secara ytd. Kinerja keuangan UNTR juga tidak menggembirakan sepanjang 2020. Pendapatan perusahaan turun 28,5% menjadi Rp 60,35 triliun. Seiring dengan itu, laba bersih perseroan pun terjun 46,9% menjadi RP 6 triliun pada 2020 dari sebelumnya Rp 11,31 triliun pada 2019.

Terakhir, karena saham ARCI baru 'manggung' selama 2 hari, jadi kinerja bulanan dan ytd tidak bisa dihitung. Kinerja saham emiten yang menerapkan mekanisme electronic bookbuilding atau (E-IPO) ini tidak 'seheboh' saham-saham IPO lainnya. Biasanya, saham yang baru IPO cenderung langsung melonjak dan menyentuh batas auto rejection atas (ARA) pada hari pertama sampai beberapa hari setelah melantai.

Namun, saham ARCI malah 'loyo' sejak hari pertama. Pada Senin (28/6), saham ini ditutup menguat tipis 0,67% ke Rp 755/saham, setelah pada awal perdagngan sempat melejit 10%. Pada hari kedua, atau Selasa (29/6) kemarin, saham ARCI malah ambles 2,65% ke Rp 735/saham.

Dari sisi kinerja, hingga akhir Desember 2020 perusahaan mengantongi pendapatan US$ 393,30 juta (Rp 5,70 triliun, kurs Rp 14.400/US$), naik 2,50% secara yoy dari pendapatan di periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$ 383,69 juta.

Sedangkan laba bersih perusahaan di periode tersebut mencapai US$ 123,33 juta (Rp 1,78 triliun), tumbuh 32,62% YoY dari posisi US$ 92,99 juta di akhir 2019.

Prospek Archi pun tampaknya cerah dalam beberapa waktu ke depan. Ini mengingat Archi tercatat menggenggam kepemilikan sebesar 100% saham di proyek tambang emas dan perak Toka Tindung di Sulawesi Utara.

Asal tahu saja, tambang emas Toka Tindung terdiri dari dua Kontrak Karya jangka panjang yang meliputi wilayah seluas 39.817 hektar. Kontrak Karya-Kontrak Karya tersebut berlaku sampai dengan tahun 2041 dan dipegang oleh anak usaha Archi, MSM dan TTN.

Menurut prospektus perusahaan, berdasarkan penilaian dari SRK Consulting (Australasia) Pty Ltd, tambang emas Toka Tindung memiliki Sumber Daya Mineral sekitar 145,8 juta ton dari 1,2 g/t emas yang mengandung sekitar 5,5 juta ons emas, yang mana merupakan cadangan bijih emas Yang Sudah Terbukti dan Terkira, dan rata-rata kadar emas sebesar 1,2 g/t emas yang mengandung sekitar 3,9 juta ons emas.

Hingga saat ini, baru kurang dari 10% dari wilayah konsesi Archi yang telah dilakukan kegiatan eksplorasi dan pertambangan. Artinya, masih ada 90% yang belum dieksplorasi dan ditambang.

Sebagai informasi, kegiatan-kegiatan operasi di Tambang Emas Toka Tindung telah dilakukan sejak tahun 2009, dengan produksi komersial pertama pada bulan April 2011 dan produksi setahun penuh pertama terjadi pada tahun 2012. Archi sendiri telah berhasil melakukan kegiatan eksplorasi sejak tahun 2010.

Apabila melihat kinerja keuangan dan prospek bisnis Archi ke depannya, tentu kehadiran Archi di bursa merupakan sinyal penting bagi para raksasa emiten emas lainnya, yang dibekingi mulai dari Grup Saratoga, Grup Astra sampai BUMN.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IPO Jumbo! Tambang Emas Peter Sondakh Cari Dana Rp 4 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular