Tunggu Data Inflasi, Dolar AS Kasih Rupiah Bernafas Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 June 2021 16:05
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (25/6/2021). Rilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) bulan Mei malam nanti membuat dolar AS mengendurkan tekanan, dan memberikan nafas bagi rupiah sekali lagi.

Rupiah sebenarnya mengawali perdagangan hari ini dengan cukup meyakinkan, menguat 0,24% ke Rp 14.400/US$ begitu bel perdagangan berbunyi. Tetapi, kurang dari 1 jam setelahnya, rupiah sudah stagnan, kemudian malah melemah 0,07% ke Rp 14.445/US$.

Selepas tengah hari, rupiah berhasil kembali ke zona hijau dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.420/US$, menguat 0,07%.

Penguatan tersebut terjadi setelah indeks dolar AS melemah 0,1% ke 91,718 sore ini. Dolar AS menanti inflasi PCE yang merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter.

Inflasi PCE inti pada bulan April dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (YoY), jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.

Tingginya inflasi memicu perdebatan mengenai waktu pengetatan moneter (tapering dan kenaikan suku bunga) The Fed. Bahkan, dari internal The Fed sendiri juga ada perbedaan pendapat.

Pada pekan lalu, The Fed memberikan proyeksi suku bunga akan naik dua kali di tahun 2023, bahkan ada kemungkinan naik di tahun 2022.

Tetapi di pekan ini, ketua The Fed Jerome Powell mengatakan tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga hanya karena inflasi yang sedang tinggi saat ini.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Sebaliknya Rabu lalu, dua pejabat teras bank sentral AS (The Fed), Raphael Bostic (Presiden The Fed Atlanta) dan Michelle Bowman (Anggota Dewan Gubernur The Fed), menyatakan tekanan inflasi boleh saja cuma sementara. Namun dampaknya akan terasa dalam waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

"Berbagai data terbaru membuat saya memajukan proyeksi (perkiraan kenaikan suku bunga acuan). Saya memperkirakan suku bunga sudah perlu naik pada akhir 2022. Meski temporer, tekanan inflasi akan terjadi dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan. Bukan hanya 2-3 bulan tetapi bisa 6-9 bulan," ungkap Bostic, sebagaimana diwartakan Reuters.

"Saya setuju bahwa tekanan inflasi disebabkan oleh keterbatasan pasokan dan peningkatan permintaan akibat pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening). Jika situasi sudah lebih stabil, lebih seimbang, tekanan ini memang akan berkurang. Namun saya sulit memperkirakan kapan itu terjadi, yang jelas akan memakan waktu," tambah Bowman, juga dikutip dari Reuters.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Lonjakan Kasus Covid-19 RI Terus Tekan Rupiah

Lonjakan kasus Covid-19 hingga mencetak rekor di Indonesia membuat rupiah sulit untuk menguat. Tidak sekedar mencetak rekor, tetapi menembus angka 20.000 per hari, naik jauh dari hari sebelumnya yang masih di kisaran 15.000.

Kemarin, Kementerian Kesehatan melaporkan, total pasien positif corona di Indonesia per 24 Juni 2021 berjumlah 2.053.995 orang. Bertambah 20.574 orang dari hari sebelumnya, rekor tertinggi penambahan kasus harian sejak kasus perdana diumumkan pada awal Maret 2020.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 12.007 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 6.314 orang saban harinya.

Yang lebih mengkhawatirkan, bed occupancy rate (BOR) atau ketersediaan tempat tidur Rumah Sakit (RS) memasuki masa kritis. Khususnya di wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hal ini disampaikan oleh Maxi Rein Rondonuwu, Sesditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit & Plt, Ditjen P2P Kemenkes RI dalam diskusi di Youtube Kemominfo, Rabu (23/6/2021).

"BOR di nasional memang belum sampai 50%, 40-an % tapi kota-kota tertentu termasuk DKI sudah kritis, Jawa Tengah, Kudus dan sekitarnya, Jawa Timur sudah mulai kritis, ini kan berbahaya itu," ungkapnya.

Khusus untuk DKI Jakarta, hingga 23 Juni, total tempat tidur yang disiapkan pada 140 RS yang merawat Covid-19 di Jakarta, sebanyak 9.852 tempat tidur isolasi yang saat ini terisi 90% atau 8.874 pasien, lalu sebanyak 1.218 tempat tidur ICU yang kini terisi 86% atau 1.048 pasien, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia.

Kabar tersebut tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar finansial, apalagi DKI Jakarta kemarin mencatat rekor penambahan kasus sebanyak 7.505, ada kemungkinan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat akan diterapkan. Hal tersebut tentunya berisiko menghambat laju pemulihan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular