Suku Bunga Bisa Naik di 2022, Spekulan Malah Buang Dolar AS!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 June 2021 18:28
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) melesat tajam pada pekan lalu pascapengumuman kebijakan moneter bank sentralnya (Federal Reserve/The Fed). Tetapi, di pekan ini, mata uang Paman Sam ini perlahan-lahan mulai turun lagi.

Sepanjang pekan lalu, indeks dolar AS melesat 1,8% ke 92,346, level terkuat sejak awal April. Namun, di awal pekan ini indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun 0,35%, dan kemarin minus lagi 0,16%. Pada perdagangan hari ini, Rabu (23/6/2021) sore penurunan masih berlanjut meski kurang dari 0,1%.

Pada Kamis pekan lalu, The Fed memberikan proyeksi kenaikan suku bunga lebih cepat dari sebelumnya, yang membuat dolar AS melesat naik. Tetapi yang menarik, para spekulan justru semakin banyak "membuang" dolar AS dengan meningkatkan posisi jual bersih (net sell).

Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi jual bersih dolar AS meningkat menjadi US$ 18,99 miliar di pekan yang berakhir 15 Juni, naik dari pekan sebelumnya US$ 17,66 miliar.

Posisi net sell tersebut merupakan kontrak perdagangan mata uang antara dolar AS melawan yen Jepang, euro, poundsterling, franc, dolar Kanada dan dolar Australia.

Sementara jika memasukkan dolar Selandia baru, peso Meksiko, real Brasil dan ruble Rusia, nilai net sell dolar AS sebesar US$ 19,06 miliar, naik dari pekan sebelumnya US$ 18,35 miliar.

Namun, patut diingat, data terbaru dari CFTC yang dirilis hari Senin (21/6/2021) merupakan data sebelum The Fed mengumumkan kebijakan moneter pada 16 Juni lalu (17 Juni waktu Indonesia). Artinya, bagaimana dampak pengumuman kebijakan The Fed terhadap posisi para spekulan terhadap dolar AS baru akan lebih jelas pada rilis CFTC pekan depan.

Tetapi, peningkatan nilai net sell tersebut cukup menarik, sebab dalam beberapa pekan sudah santer beredar ekspektasi The Fed akan melakukan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.

Ekspektasi tersebut seharusnya membuat dolar AS menguat, seperti yang terjadi di tahun 2013, dan spekulan mengurangi posisi jual bersihnya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Agresif Naikkan Suku Bunga, Tetapi Kurang Tegas

Dalam pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, The Fed mengindikasikan akan suku bunga bisa naik 2 kali di tahun 2023 masing-masing 24 basis poin hingga menjadi 0,75%.

Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, di mana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. 11 diantaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.

Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.

idrFoto: Refinitiv

Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.

Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.

Tetapi, Ketua The Fed Jerome Powell tidak memberikan ketegasan akan proyeksi kenaikan suku bunga tesebut, malah mensinyalkan pasar agar tidak menganggap Dot Plot tersebut sesuatu yang pasti terjadi.

"Dot Plot bukan alat yang bagus untuk memprediksi kenaikan suku bunga" kata Powell saat konferensi pers pasca pengumuman The Fed.

Sementara itu dalam testimoninya di hadapan Komite Krisis Covid-19 Selasa (22/6/2021) waktu setempat, Powell juga mengatakan hal yang serupa. Inflasi yang tinggi di AS saat ini membuat The Fed diperkirakan akan agresif menaikkan suku bunga. Tetapi, Powell kembali menegaskan inflasi yang tinggi hanya sementara, akibat perekonomian yang kembali dibuka, dengan permintaan yang tinggi tetapi masih belum mampu diimbangi dengan supply.

Dengan inflasi tinggi yang hanya bersifat sementara, maka The Fed tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga.

"Kami tidak akan menaikkan suku bunga hanya karena kekhawatiran kemungkinan percepatan laju inflasi. Kami akan menunggu lebih banyak bukti mengenai inflasi. Percepatan laju inflasi saat ini belum mencerminkan ekonomi secara keseluruhan, tetapi adalah efek langsung dari reopening," jelas Powell.

Hal tersebut membuat dolar AS perlahan kembali melemah di pekan ini. dan ada kemungkinan para spekulan masih terus "membuang" the greenback.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular