
Market Mulai Waswas, Diam-diam the Fed Sudah Tapering?

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah anjlok sepekan lalu, bursa saham Wall Street Amerika Serikat (AS) kembali bangkit dengan lonjakan mencapai lebih dari 1,5% pada perdagangan Senin (21/6/2021) waktu AS.
Kenaikan indeks-indeks utama di bursa AS ini terjadi kendati ada kekhawatiran bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat memperketat kebijakan moneternya lebih cepat dari yang diprediksi sebelumnya alias hawkish.
Setelah terpukul dalam 3 hari terakhir di pekan lalu, tiga indeks bursa acuan di Wall Street kompak ditutup di zona hijau. Indeks Dow Jones melesat 1,76% ke 33.876,969. Kemudian, indeks yang berisikan 500 saham blue chip yakni S&P 500 terkerek 1,40% dan indeks yang sarat akan saham teknologi, Nasdaq, terapresiasi 0,79%.
Melansir CNBC International, Senin (21/6), Kepala Penasihat Ekonomi di Allianz Mohamed El-Erian menjelaskan bahwa pasar kembali ke 'mode nyamannya' saat ini.
"Pertumbuhannya kuat. Mereka [pasar] masih percaya bahwa inflasi bersifat sementara. Mereka percaya The Fed akan relatif lambat dalam mengurangi [pembelian aset bulanan], dan itulah mengapa Anda melihat [pasar saham menguat]," jelas El-Erian dalam acara 'Squawk Box' CNBC International, dikutip Rabu (23/6).
Namun, menurut ahli ahli strategi kredit Bank of America Hans Mikkelsen, keyakinan bahwa the Fed akan relatif lambat mengurangi pembelian aset alias tapering itu keliru. Justru, menurut dia, the Fed akan mempercepat langkahnya dalam tapering.
Dalam Pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC, Federal Open Market Committee) Rabu pekan lalu (16/6), The Fed secara signifikan meningkatkan ekspektasi inflasi tahun 2021. Bahkan The Fed mengajukan kerangka waktu, kapan akan menaikkan suku bunga.
The Fed mengubah sikapnya dengan mempercepat rencana penaikan suku bunga acuan. Setelah sebelumnya menyatakan tidak berencana melakukan itu sebelum 2023 terlewati, kini Jerome Paul mengindikasikan adanya kenaikan di 2023 hingga dua kali.
Hanya saja, menurut Mikkelsen, kebijakan moneter yang lebih ketat mungkin datang lebih cepat.
"[Kami] memprediksi The Fed segera mulai mengurangi pembelian atau tapering [quantitative easing/QE], dan mulai menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diharapkan, dan yang paling penting jauh lebih cepat dari saat ini di pasar," katanya dalam sebuah catatan kepada klien.
The Fed memang mengindikasikan suku bunga akan naik pada tahun 2023. Tidak hanya sekali tetapi dua kali kenaikan masing-masing 25 basis poin.
Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, di mana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023, 11 di antaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.
Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, di mana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.
Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022. Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.
Sementara itu kapan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) masih belum terjawab. Tapering dapat memicu taper tantrum, dan pernah terjadi pada tahun 2013. Saat itu, di Indonesia, kurs rupiah terpukul hebat.
Lebih lanjut Mikkelsen mengatakan, dari perspektif pasar kredit, mengacu data pelacak FedWatch CME, pelaku pasar hanya melihat peluang sebesar 41% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada Juli 2022.
Mikkelsen menunjukkan bahwa The Fed pada dasarnya telah mulai melakukan tapering dengan melepas portofolio kecil obligasi korporasi yang dibelinya selama pandemi Covid-19.
Menurut dia, langkah The Fed, yang 100% tidak terduga karena The Fed memiliki rekam jejak penjualan aset yang buruk, menjadi sinyal bahwa bank sentral paling powerful ini semakin merasa berani untuk keluar dari sikap kebijakan moneter 'super-mudah' mereka.
Bahkan keberanian melakukan tapering lebih awal itu dilakukan The Fed, yang itu berarti kebijakan yang dipercepat itu belum searah dengan ekspektasi pasar.
NEXT: Perubahan di Internal The Fed
