
Investor Lepas SBN Jangka Panjang, Yield SBN Kembali Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) terpantau melemah pada perdagangan Selasa (22/6/2021), di tengah penguatan pasar saham global seiring meredanya kekhawatiran investor terkait sikap bank sentral yang mulai hawkish.
Mayoritas investor melepas kepemilikannya di hampir seluruh SBN pada hari ini, kecuali di SBN dengan jangka pendek bertenor 1 tahun yang masih diburu oleh investor pada hari ini.
Dari imbal hasilnya (yield), SBN bertenor 1 tahun dengan kode FR0061 mengalami penurunan yield sebesar 1,7 basis poin (bps) ke level 3,486. Sedangkan sisanya mengalami kenaikan yield pada hari ini. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan obligasi acuan negara naik signifikan 7,6 bps ke level 6,639%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pasar saham global, termasuk di dalam negeri kembali bangkit pada hari ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat 1,53% ke level 6.087,84. Kekhawatiran pasar global akan sikap dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mulai hawkish pun mereda. Pasar merespons positif komentar Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari.
"Mayoritas warga AS ingin pekerjaan, saya belum siap untuk meninggalkan mereka. Saya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Selama laju inflasi masih terjangkar, marilah bersabar sampai benar-benar tercipta pembukaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment)," papar Kashkari di media yang sama.
Dalam outlook Maret, ada empat anggota Komite Pembuat Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) yang menilai suku bunga acuan sudah bisa naik pada 2022. Kemudian tujuh anggota lain berpendapat Federal Funds Rate baru bisa naik pada 2023.
Dalam proyeksi Juni, komposisi ini berubah. Kini ada tujuh anggota FOMC yang menilai suku bunga sudah bisa naik tahun depan dan 13 anggota berpendapat kenaikan Fed Funds Rate terjadi pada 2023. Kashkari termasuk golongan minoritas anggota FOMC yang mempertahankan sikap dovish. Menurutnya, suku bunga acuan tidak perlu naik sampai akhir 2023.
Suku bunga rendah akan merangsang dunia usaha untuk berekspansi sehingga menciptakan lapangan kerja bagi rakyat AS yang masih menganggur akibat dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
"Saya rasa Bapak Ketua (Jerome 'Jay' Powell) sudah menyampaikan dengan jelas. Kami sedang menjalani tahap diskusi dan melihat data untuk membuat penyesuaian kebijakan yang hati-hati," kata Kashkari. Atas dasar hal tersebut, investor obligasi pemerintah AS (Treasury) cenderung melepas kepemilikannya pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield Treasury acuan.
Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun naik sebesar sebesar 1,7 bps ke 1,501% pada pukul 04:55 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Senin (21/6/2021) di level 1,484%.
Walaupun kekhawatiran pelaku pasar mulai mereda, hal ini mengindikasikan bahwa investor masih menganggap bahwa ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed masih akan terjadi, sehingga yield obligasi jangka panjang cenderung melonjak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi