
Rupiah Lesu, tapi Dolar Australia Malah Jeblok ke Rp 10.780

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang mengalami tekanan dari lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di dalam negeri. Tetapi, dolar Australia justru melemah melawan rupiah hingga menyentuh level terendah dalam 4 bulan terakhir pada perdagangan Jumat (18/6/2021).
Melansir data Refinitiv, pagi tadi dolar Australia menguat 0,35%, tetapi siang ini malah berbalik merosot 0,5% le Rp 10.781,49/AU$ di pasar spot. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 17 Februari lalu.
Rupiah sebenarnya sedang lesu setelah Satgas Penanganan Covid-19 mencatat per Kamis (17/6/2021) kasus harian Covid-19 di Indonesia menembus 12.624 kasus, menjadi kenaikan tertinggi sejak 30 Januari lalu.
Lonjakan kasus dalam beberapa pekan terakhir tentunya membuat pelaku pasar cemas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih ketat bisa kembali diterapkan.
Jika PPKM diketatkan, maka pemulihan ekonomi terancam tersendat lagi.
Di sisi lain, dolar Australia juga sedang tertekan sebab ada kemungkinan bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) akan memperpanjang program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan akan melakukan review apakah akan memperpanjang program QE pada rapat kebijakan bulan depan.
Nilai QE RBA saat ini sebesar AU$ 100 miliar (US$ 77 miliar) dan akan berakhir di bulan September. Perpanjangan QE tersebut artinya likuiditas masih terus bertambah yang membuat dolar Australia sulit menguat.
Selain itu, Lowe mengatakan saat ini tanda-tanda kenaikan upah serta inflasi masih terlihat minim.
"Untuk inflasi masih akan berada di rentang 2%-3%, pertumbuhan upah perlu lebih tinggi dibandingkan saat ini" kata Lowe dalam sebuah konferensi di Australian Farm Institute, kemarin.
Padahal, pasar tenaga kerja sudah menunjukkan perbaikan.
Biro Statistik Australia hari ini melaporkan tingkat pengangguran bulan Mei turun menjadi 5,1% dari sebelumnya 5,5%. Penurunan yang tajam, bahkan berada di level terendah sejak Februari 2020, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan sebelum tingkat pengangguran Australia mulai dalam tren menanjak akibat lockdown.
Tidak hanya itu, sepanjang bulan Mei perekonomian Australia dilaporkan mampu menyerap 115.200 tenaga kerja, jauh lebih tinggi dair prediksi pelaku pasar 30.500 tenaga kerja.
Meski pasar tenaga kerja membaik, tetapi tidak diikuti dengan kenaikan upah, maka inflasi akan sulit naik. Dan suku bunga di Australia tidak akan dinaikkan hingga tahun 2024.
TIM RISET CNBC INDOINESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
