
Mohon Maaf, Ekonomi RI Belum Bisa Tumbuh 5% Tahun Ini...

Sekarang mari bahas risiko-risiko yang sudah dijabarkan sebelumnya lebih mendetail. Pertama dari segi pembiayaan eksternal, ketika pemerintah memilih untuk melebarkan defisit anggaran maka pilihannya bisa lewat utang.
Utang bisa dilakukan dengan menerbitkan obligasi baik di dalam maupun luar negeri. Permasalahan ketika pemerintah menerbitkan obligasi di dalam negeri terlalu besar maka secara teori ekonomi bisa menyebabkan efek crowding out yang membuat investasi sektor swasta melambat dan output pun tumbuh lebih rendah.
Ketika menerbitkan global bond juga harus mencermati arah suku bunga ke depan. Salah satu yang menjadi acuan adalah Fed Funds Rate (FFR) yang menjadi acuan Amerika Serikat (AS) dan tinjauan global.
Rapat komite pengambil kebijakan The Fed kemarin menunjukkan sikap yang lebih hawkish. Proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dan inflasi yang naik juga dibarengi dengan perkiraan peningkatan suku bunga acuan pada 2023 sebesar 50 basis poin (bps) atau setara dengan dua kali kenaikan.
Hal tersebut membuat pasar bereaksi, dolar AS langsung menguat signifikan. Mata uang lain tak terkecuali rupiah menjadi korban. Artinya di tengah tren suku bunga acuan yang meningkat ke depan, risiko pembiayaan terutama lewat jalur nilai tukar menjadi meningkat.
Tren depresiasi rupiah akan menjadi beban bagi anggaran karena biaya bunga atas pinjaman menjadi lebih mahal di tengah tingginya utang pemerintah.
Kemudian risiko yang kedua adalah pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah. Hal ini mungkin terjadi karena ada disparitas antara negara-negara maju dan berkembang terutama soal laju infeksi Covid-19 dan vaksinasi.
Di negara-negara maju seperti AS dan Eropa laju vaksinasi yang digeber juga dibarengi dengan penurunan kasus infeksi harian Covid-19. Sementara itu episentrum bergeser ke Asia.
Seperti diketahui ekonomi Indonesia dengan Asia begitu terkoneksi. Peningkatan kasus Covid-19 di Benua Kuning hanya akan membuat prospek ekspor dan juga aliran modal ke Tanah Air menjadi lebih suram. Hal ini jelas menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kemudian yang terakhir adalah gelombang lanjutan Covid-19. Di Indonesia kasus harian infeksi Covid-19 belakangan ini terus meningkat. Jika rata-rata harian selama satu pekan tambahan kasus baru pada minggu kedua Mei lalu berada di bawah 4.000 kini angkanya sudah naik dua kalinya menjadi 8.000an kasus per hari.
Apabila tren kenaikan kasus infeksi terjadi dan dibarengi dengan pengetatan mobilitas publik oleh pemerintah, maka ekonomi Indonesia jelas dalam bahaya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]