Analisis

Gegara Bobot Free Float, UNVR-HMSP dkk Bakal Makin Longsor?

Putra, CNBC Indonesia
16 June 2021 06:44
Unilever (REUTERS/Philippe Wojazer)
Foto: Unilever (REUTERS/Philippe Wojazer)

Dengan adanya aturan pembobotan ulang ini tentu saja ada emiten yang diuntungkan karena pembobotanya bertambah dan dirugikan karena pembobotannya berkurang.

Akan tetapi mengapa emiten bisa dirugikan atau diuntungkan?

Untuk mengerti hal ini anda perlu terlebih dahulu menggunakan kacamata para manager investasi (MI).

Di Indonesia indeks acuan pasar modal kita utamanya menggunakan IHSG, sehingga apabila performa investasi sebuah portofolio seperti reksa dana atau pun dana kelolaan manajer investasi lain return-nya di bawah IHSG maka dikatakan underperform.

Tentunya cap underperform akan mencoreng kredibilitas manajer investasi dan reksa dana tersebut sehingga ada potensi klien ataupun nasabah melarikan dananya dari sang MI.

Hal inilah yang menyebabkan biasanya MI tidak mau banyak mengambil risiko, agar kinerja reksa dananya 'mirip' terhadap IHSG yang menjadi indeks acuan maka biasanya sang MI akan melakukan aksi mirroring.

Mirroring adalah teknik melakukan pembelian saham sesuai dengan pembobotan di indeks acuan secara proporsional agar kinerja portofolio sang MI tidak berbeda jauh dari indeks tersebut.

Nantinya sang MI hanya tinggal mengurangi dan menambahkan proporsi saham berdasarkan analisis masing-masing MI agar portofolionya bisa outperform terhadap indeks acuan.

Misalnya jika sang MI berpendapat bahwa tahun ini merupakan tahun pemulihan ekonomi sehingga saham-saham defensif akan kurang diminati dan saham siklikal akan kembali atraktif maka sang MI akan mengurangi bobot saham-saham defensif dan meningkatkan bobot saham-saham siklikal.

Hal inilah yang menyebabkan apabila nantinya pembobotan suatu saham dikurangi maka para MI bisa mengurangi porsi pembelian di saham yang bobotnya dikurangi dalam melakukan mirroring dan menambah porsi kepemilikan saham yang bobotnya meningkat.

Selain itu reksa dana indeks yang berbasis dari indeks-indeks yang pembobotanya diubah juga tentunya akan merubah komposisi sahamnya sesuai dengan komposisi yang baru agar sesuai dengan kinerja indeks tersebut.

Nah aturan baru ini nantinya akan mengurangi bobot IHSG dari saham-saham yang hanya mempunyai saham free float alias porsi saham non-pengendali yang kecil.

Emiten-emiten itu di antaranya adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang hanya memiliki free float sebesar 15% sehingga pembobotannya turun dari 3,1% menjadi 1,4% atau penurunan 1,7%.

Selanjutnya ada PT H M Sampoerna Tbk (HMSP) dengan free float 7,5% sehingga weightingnya turun dari 2,1% menjadi 0,5% atau penurunan 1,6%.

Terakhir ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang hanya memiliki free float 7,6% sehingga bobotnya berkurang dari 1,9% menjadi 0,4% turun 1,5%.

Data yang diungkapkan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga membeberkan secara lengkap pembobotannya:

Riset Mirae Asset Juni 2021Foto: Riset Mirae Asset Juni 2021
Riset Mirae Asset Juni 2021

Memang di atas kertas angka pembobotan ini terlihat kecil yakni hanya satu koma sekian persen. Akan tetapi dampaknya sebenarnya akan cukup terasa.

Catat saja pembobotan saham UNVR yang turun hanya 1,7% ternyata menyiratkan seorang MI yang melakukan mirroring dapat mengurangi portofolionya di saham UNVR hingga 54,83% alias MI yang tadinya memegang Rp 100 miliar saham UNVR akan leluasa menjual Rp 54 miliar posisinya di saham ini.

Bahkan angka ini lebih fantastis di saham HMSP yang meski hanya turun 1,6% seorang MI yang tadinya memegang saham HMSP karena mirroring dapat mengurangi porsinya hingga 76,19%.

Terakhir dan paling parah yakni di saham TPIA di mana seorang MI bisa mengurangi porsi kepemilikanya di saham ini hingga 78,94%.

Sejatinya aturan baru ini tidak hanya akan merugikan saham-saham dengan free float yang kecil.

Akan tetapi saham dengan free float yang besar namun memiliki kapitalisasi pasar yang amat jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga akan terdampak.

Catat saja meski memiliki porsi free float yang mumpuni yakni sebesar 45,3%, bobot BBCA akan turun dari 11,3% menjadi 9% karena batasan bobot yang nantinya akan diterapkan di mana satu saham akan memiliki maksimal 9% bobot di IHSG.

Meskipun secara nominal penurunan bobot di saham BBCA merupakan yang paling besar, namun nantinya dampaknya akan lebih kecil dibandingkan saham-saham dengan porsi free float yang kecil yang disebut di atas.

Jadi seorang MI yang ingin mengurangi bobotnya di saham BBCA hanya dapat mengurangi porsinya hingga 20,35%. Walaupun demikian ke depanya dengan aturan baru pembatasan bobot ini tak akan ada lagi istilah BBCA sang penggerak indeks.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular