Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Apa boleh buat, 'cuaca' memang sedang tidak bersahabat bagi mata uang Tanah Air, seperti mendung di Jakarta pagi ini.
Pada Selasa (15/6/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.200 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun beberapa menit kemudian, rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:03 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.210 di mana rupiah melemah 0,07%.
Dari dalam negeri, sentimen yang mempengaruhi pasar adalah penantian investor terhadap data perdagangan internasional periode Mei 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh tinggi 56,145% dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy). Jika terwujud, maka akan menjadi catatan terbaik sejak Februari 2010.
Sementara impor diperkirakan tumbuh 68,18% yoy. Kalau kejadian, maka ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2008.
Meski pertumbuhan impor lebih tinggi ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diperkirakan tetap bisa membukukan surplus, malah cukup tinggi yaitu US$ 2,13 miliar. Kali terakhir Indonesia mengalami defisit transaksi perdagangan adalah April tahun lalu.
Sejauh ini, data perdagangan terus membawa kabar gembira. Surplus neraca perdagangan yang terus terjadi selama lebih dari setahun terakhir menandakan pasokan devisa dari sisi perdagangan tetap memadai. Ini bisa menjadi modal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Kami memperkirakan surplus neraca perdagangan yang tinggi kemungkinan masih akan bertahan hingga semester I-2021 karena kinerja ekspor yang solid seiring peningkatan permintaan dunia dan kenaikan harga komoditas. Pada semester II-2021, impor akan mulai bisa mengejar karena peningkatan permintaan domestik baik untuk konsumsi maupun kebutuhan investasi," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri.
Halaman Selanjutnya --> Hati-hati, Corona Tambah Ngeri!
Akan tetapi, ada sentimen domestik lain yang membuat investor menjaga jarak yaitu perkembangan pandemi virus corona. Saat di negara-negara mulai reda, penyebaran virus corona di Indonesia justru sedang mengganas.
Kementerian Kesehatan melaporkan total pasien corona di Indonesia per 14 Juni 2021 berjumlah 1.919.547 orang. Bertambah 8.189 orang dibandingkan hari sebelumnya.
Dalam dua pekan terakhir, pasien positif bertambah rata-rata 6.989 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 5.547 orang per hari.
Secara persentase, rata-rata laju pertumbuhan kasus harian dalam dua pekan terakhir adalah 0,37% per hari. Lebih cepat ketimbang rata-rata 14 hari sebelumnya yakni 0,31% per hari.
Mari kita tengok para tetangga. Singapura, yang sempat mengalami lonjakan kasus positif sampai terpaksa mengetatkan pembatasan sosial, kini terlihat mulai berhasil mengendalikan pandemi.
Selama 14 hari terakhir, laju penambahan pasien positif corona di Negeri Singa adalah 0,03% per hari. Melambat dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 0,05% saban harinya.
Di Malaysia, situasi mulai membaik meski masih lumayan rawan. Dalam 14 hari terakhir, laju pertumbuhan kasus baru di Negeri Harimau Malaya adalah 1,08% per hari. Masih cukup tinggi tetapi membaik ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yaitu 1,33%.
Dinamika ini membuat pemerintah kembali mengetatkan pembatasan sosial walau tidak ketat-ketat amat. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) MIkro kembali diperpanjang hingga 28 Juni 2021. Karyawan yang masuk ke kantor diharapkan hanya 25%, sisanya bekerja dari rumah (work from home/WfH)) untuk daerah zona merah. Untuk daerah zona kuning dan hijau, karyawan yang WfH tetap 50%.
Kemudian rumah ibadah didaerah zona merah ditutup untuk sementara sementara dua minggu. Restoran dan pusat perbelanjaan boleh tetap buka dengan pembatasan kapasitas maksimal 50% dan harus tutup pukul 21:00.
Apabila pandemi memburuk, maka bukan tidak mungkin pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan lebih memperketat pembatasan sosial. Ketika ini betul-betul terjadi, maka bersiaplah ekonomi Ibu Pertiwi akan kembali 'mati suri' seperti tahun lalu.
Sentimen ini terbukti membuat investor cemas dan menjaga jarak dari pasar keuangan Indonesia. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,25% dan rupiah melemah 0,08% di hadapan dolar AS.
"Sepertinya yang terburuk malah belum selesai. Lonjakan kasus selepas Idul Fitri membuat pembukaan aktivitas masyarakat yang lebih luas menjadi tertunda. Ini akan membuat kebangkitan ekonomi Indonesia sedikit tertahan," sebut riset Societe Generale.
TIM RISET CNBC INDONESIA