
Rupiah Melemah ke Rp 14.200/US$, Besok Siap Balas Dendam!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanpa sempat mencicipi zona hijau, rupiah harus rela berakhir melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (14/6/2021). Meski demikian, besok rupiah memiliki peluang untuk "balas dendam".
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,01% di Rp 14.190/US$. Setelahnya rupiah langsung melemah hingga 0,26% ke Rp 14.225/US$.
Di akhir perdagangan rupiah mampu memangkas pelemahan ke Rp 14.200/US$ atau melemah tipis 0,08% di pasar spot.
Peluang rupiah untuk bangkit besok terbuka lebar, sebab ada data neraca dagang yang akan dirilis.
Belakangan ini, data ekonomi Indonesia menunjukkan sinyal akan lepas dari resesi di kuartal ini. Data neraca dagang bisa jadi memperkuat sinyal tersebut, sebab berdasarkan polling Reuters, impor diprediksi meroket 65% di bulan Mei dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
Sementara itu konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan impor melesat 68,18% YoY. Kalau kejadian, maka ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2008.
Lonjakan impor bukan berarti hal yang buruk. Memang impor merupakan pengurang dari produk domestik bruto (PDB), tetapi impor Indonesia didominasi oleh bahan baku/penolong dan barang modal, yang digunakan untuk kepentingan industri dalam negeri. Artinya, saat impor naik maka industri di dalam negeri kembali menggeliat.
Sementara ekspor Indonesia diprediksi melesat 57,49% YoY, berdasarkan polling Reuters. Konsensus CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 56,145% YoY. Kenaikan ekspor menjadi indikasi perekonomian global yang mulai pulih.
Untuk neraca dagang, polling Reuters memperkirakan surplus sebesar US$ 2,3 miliar, sementara konsensus CNBC Indonesia sebesar US$ 2,13 miliar.
Sejauh ini, data perdagangan terus membawa kabar gembira. Surplus neraca perdagangan yang terus terjadi selama lebih dari setahun terakhir menandakan pasokan devisa dari sisi perdagangan tetap memadai. Ini bisa menjadi modal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Kami memperkirakan surplus neraca perdagangan yang tinggi kemungkinan masih akan bertahan hingga semester I-2021 karena kinerja ekspor yang solid seiring peningkatan permintaan dunia dan kenaikan harga komoditas. Pada semester II-2021, impor akan mulai bisa mengejar karena peningkatan permintaan domestik baik untuk konsumsi maupun kebutuhan investasi," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Investor Tunggu The Fed
