Analisis

Bukan Bank Kakap! Intip Deretan Saham 'Rising Star' di Bursa

Tirta Citradi, CNBC Indonesia

14 June 2021 09:10

Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks saham teknologi Tanah Air di Bursa Efek Indonesia atau IDX TECH melesat lebih dari 400% sepanjang tahun ini. Di pekan lalu (7-11 Juni) konstituen indeks yang relatif baru tersebut juga menjadi penghuni jajaran top gainers.

Berdasarkan data BEI, dari 10 saham dengan kenaikan harga tertinggi sepekan terakhir, empat di antaranya adalah konstituen indeks teknologi.

Di posisi paling wahid ada PT Multipolar Teknologi Tbk (MLPT), anak usaha PT Multipolar Tbk (MLPL), yang harganya melesat 169%. Pada awal dibentuknya indeks, MLPT memiliki bobot 4% dari total indeks.

Kemudian ada juga PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang memiliki bobot terbesar terhadap indeks hingga hampir 50% juga melesat 82%. Harga saham DCII terbang tinggi setelah salah satu konglomerat Tanah Air Anthony Salim senilai lebih dari Rp 1 triliun.

Baca:

Heboh Transaksi Jumbo Emiten Otto Sugiri, Asing Serok Rp 2 T

Harga saham DCII sempat tembus auto reject atas (ARA) berjilid-jilid dan kini dalam pengawasan bursa. Perusahaan yang baru seumur jagung melantai di bursa ini (kurang dari 6 bulan) kapitalisasi pasarnya sudah melesat sampai 9.000%.

Namun dalam periode peningkatan harga saham yang fantastis sejak akhir Mei lalu, volume dan nilai transaksi saham ini tergolong sangat kecil alias tidak likuid.

Di posisi ketiga ada saham PT Indosterling Technomedia Tbk (TECH) yang naik 53% dalam sepekan. Saham ini juga punya bobot tertinggi terhadap total indeks teknologi sekitar 8% saat dibentuk.

Foto: Top Gainers Tech Sepekan (7-11 Juni 2021)
Top Gainers Tech Sepekan (7-11 Juni 2021)

Saham TECH sempat disuspensi lama oleh otoritas bursa karena mengalami kenaikan harga yang tak wajar. Setelah suspensi dibuka harga saham cenderung ambles. Namun belakangan harga sahamnya kembali terbang.

Terakhir, ada saham emiten e-commerce dan produk digital yaitu PT Hensel Davest Indonesia Tbk (HDIT). Meski ada volume transaksi yang tercatat saham ini sebelumnya selalu ditutup di zona merah.

Namun sejak akhir Mei, harga sahamnya mulai terbang. Transaksi saham ini sempat digembok bursa. Namun setelah dibuka sempat ambles tetapi kembali bergerak liar.

Baca:

Setelah 'Ngamuk' & Masuk UMA, MLPT Dibanting Bandar Kena ARB

Bank Digital

Selain saham-saham konstituen indeks teknologi ada juga saham bank mini (bank BUKU II, bank dengan modal inti Rp 2-5 triliun) yang rencananya bakal jadi bank digital.

Adalah saham PT Bank Harda International Tbk (BBHI) yang berganti nama menjadi Allo Bank. Seperti diketahui bersama bank ini telah diakuisisi oleh CT Corp lewat sayap keuangannya PT Mega Corpora.

Sentimen bullish terhadap sektor teknologi tidak hanya terjadi di Wall Street AS saja. Di Indonesia juga demikian. Diawali dengan kenaikan harga saham-saham bank mini yang rencananya akan diubah bisnis modelnya menjadi bank digital.

Meski asetnya relatif kecil bank-bank seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO) nilai kapitalisasi pasarnya tembus Rp 100 triliun. Saham yang dikuasai oleh Jerry Ng, Patrick Walujo dan kawan-kawannya ini serta Gojek dan SWF Singapura (GIC) ini ini sudah masuk ke dalam jajaran emiten berkapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun atau big cap.

Sentimen positif terhadap harga saham-saham teknologi semakin terasa dengan maraknya isu startup unicorn dan decacorn RI seperti Bukalapak dan GoTo yang sebentar lagi bakal menjadi perusahaan publik.

Dengan melantainya perusahaan-perusahaan rintisan bervaluasi besar tersebut di bursa tentu saja akan menggeser emiten-emiten yang sebelumnya masuk jajaran big cap bukan lagi perbankan atau konsumer melainkan saham teknologi.

Bisa dibilang fenomena ini menunjukkan fase teknologi boom di Indonesia seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi digital di dalam negeri.

Meskipun pertumbuhan ekonomi digital sangatlah pesat. Namun valuasi harga saham-saham di sektor ini masih terbilang mahal jika menggunakan metriks valuasi umum seperti PER (Price to Earning) dan PBV (Price to Book Value).

TIM RISET CNBC INDONESIA