Sambut GoTo cs, BEI Siap Revisi Aturan Pencatatan Saham

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
11 June 2021 14:25
Gojek dan Tokopedia Bentuk GoTo (Dok. GoTo)
Foto: Gojek dan Tokopedia Bentuk GoTo (Dok. GoTo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan menyesuaikan aturan pencatatan saham bagi perusahaan teknologi yang berpotensi meraih dana besar di pasar modal.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, perusahaan rintisan unicorn berpotensi meraih pendanaan dalam jumlah besar, namun masih dihadapkan pada fundamental seperti perolehan laba usaha dalam setahun terakhir.

Dengan demikian, berdasarkan peraturan I-A yang lama, akan sulit bagi unicorn untuk bisa dicatatkan di Papan Utama Perdagangan.

Pengaturan ini, kata Nyoman, tidak fit dengan karakteristik perusahaan yang terus berkembang belakangan, termasuk namun tidak terbatas kepada tech companies.

Misalnya perusahaan yang karakteristiknya masih fokus meningkatkan marketshare (pangsa pasar) dan belum laba, tetapi valuasinya besar dan berpotensi untuk jadi salah satu biggest fund raiser di pasar modal Indonesia.

"Bursa terus berupaya menjadi Bursa yang adaptif terhadap kebutuhan stakeholder-nya, termasuk unicorn di Indonesia, agar dapat memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan mereka untuk bisa growth," kata Nyoman, kepada awak media, Jumat (11/6/2021).

Melalui peraturan I-A yang akan direvisi ini, ini nantinya Bursa akan memperkenalkan 5 alternatif persyaratan sebagai pintu untuk tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan.

"Dengan demikian, kami berharap peraturan ini lebih akomodatif bagi berbagai jenis industri di tanah air," katanya.

Sebagai informasi, ada tiga papan perdagangan di BEI: Papan Utama, Papan Perdagangan, dan Papan Akselerasi.

Selain itu, otoritas bursa juga akan adaptif dengan penerapan Multiple Voting Share (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM). Aturan ini memungkinkan pemegang SHSM memiliki hak suara yang lebih tinggi dari porsi kepemilikannya, bergantung rasio voting power setiap struktur SHSM tersebut.

SHSM ini bukanlah hal baru. Contohnya, Alphabet perusahaan holding Google yang tercatat di Bursa Nasdaq, AS, memiliki tiga kelas saham berbeda dengan voting power yang berbeda pula.

Hong Kong Stock Exchange (HKEX) juga telah mengatur tentang SHSM yang dikenal sebagai Weighted Voting Right (WVR).

Aturan ini akhirnya membuat Alibaba 'pulang kampung'. Alibaba sebelumnya melakukan penawaran umum saham perdana atau IPO (initial public offering) pada 18 September 2014 sebesar US$ 21,8 miliar dan listing di New York Stock Exchange (NYSE), kemudian melakukan secondary listing di Bursa Hong Kong, HKEX senilai US$ 11 miliar pada 26 Nov 2019.

"Salah satu latar belakang penerapan SHSM adalah untuk menjaga pengendalian dari para founders yang merupakan key person sebuah perusahaan. Dengan tetap menjadi pengendali, walaupun persentase kepemilikannya kecil, para founders ini tetap memiliki power untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan jangka panjang," imbuhnya.

Adapun detail pengaturan dan penerapan SHSM di setiap market berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Nyoman menambahkan, di pasar modal Indonesia aturan ini sedang disusun dan dibahas agar nantinya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang diperkenankan menerapkan SHSM dalam struktur permodalannya.

Data BEI menjelaskan, salah satu syarat emiten listing di Papan Utama yakni setahun terakhir mencatatkan laba, sementara di Papan Pengembangan dapat belum memiliki laba, tetapi proyeksi tahun kedua sejak tercatat harus mendapat laba usaha dan laba bersih.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article GOTO Pede Mau Buyback Saham, Ternyata Ini Alasannya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular