'Setan' Taper Tantrum Bergentayangan, Rupiah Balik Kanan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 June 2021 09:14
ilustrasi uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Faktor domestik dan eksternal memang sedang kurang kondusif buat mata uang Tanah Air.

Pada Rabu (9/7/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.250 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan kemarin atau stagnan.

Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk zona merah. Pada pukul 09:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.260 di mana rupiah terdepresiasi 0,07%. 

Rupiah memang tengah menjalani tren penguatan. Kemarin, mata uang Ibu Pertiwi berhasil menguat 0,07% di hadapan dolar AS melalui perjuangan yang melelahkan.

Setelah kuartal I-2021 yang kelabu, rupiah menjalani kuartal II-2021 dengan gemilang. Mata uang Merah Putih menguat 1,86% terhadap dolar AS secara quarter-to-date. Rupiah jadi salah satu yang terbaik di Asia.

Oleh karena itu, akan datang saatnya investor mencairkan keuntungan yang sudah didapat dari memegang rupiah. Ketika itu terjadi, rupiah akan mengalami tekanan jual sehingga nilainya melemah.

Faktor lain yang juga menjadi beban bagi rupiah adalah cadangan devisa. Kemarin, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir Mei 2021 adalah US$ 136,39 miliar. Turun cukup dalam yaitu US$ 2,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.

"Penurunan posisi cadangan devisa pada Mei 2021 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," sebut keterangan tertulis BI.

Penurunan cadangan devisa (meski masih dalam posisi yang cukup tinggi) menimbulkan persepsi bahwa 'amunisi' BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tidak sebanyak sebelumnya. Ini membuat pelaku pasar kurang yakin terhadap prospek stabilitas rupiah. Akibatnya, lagi-lagi rupiah mengalami tekanan jual.

Halaman Selanjutnya --> 'Hantu' Taper Tantrum Gentayangan Lagi

Sementara dari sisi eksternal, investor sedang memasang mode wait and see. Ini tampak di pasar saham AS yang kurang bergairah.

Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah tipis 0,09%. Sementara S&P 500 menguat tipis 0,02% dan Nasdaq Composite bertambah 0,31%.

"Pasar menunggu rilis data inflasi, pernyataan dari The Fed (The Federal Reserve, bank sentral AS), dan musim laporan keuangan. Tidak banyak yang memotivasi pasar hari ini," ujar Paul Nolte, Portofolio Manager di Kingsview Asset Management yang berbasis di Chicago (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Pada Kamis malam waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics akan merilis data inflasi Indeks Harga Konsumen periode Mei 2021. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS bulan lalu adalah 4,7% dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya (year-on-year/yoy). Lebih cepat ketimbang laju bulan sebelumnya yaitu 4,2% yoy dan jika terwujud bakal menjadi yang tercepat sejak September 2008.

Perkembangan inflasi tentu akan menjadi warna dalam pertemuan The Fed minggu depan. Jika laju inflasi diperkirakan bakal stabil di atas target 2%, maka bukan tidak mungkin The Fed bakal mulai melakukan pengetatan alias tapering off. Suku bunga mungkin tetap bertahan rendah, tetapi gelontoran likuiditas (quantitative easing) kemungkinan bisa dipangkas dari saat ini yang US$ 120 miliar per bulan.

Pengurangan likuiditas akan membuat pasokan dolar AS berkurang. Seperti halnya barang, mata uang pun kalau pasokannya terbatas harga bakal 'naik'. So, tidak heran dolar AS sedang sulit ditaklukkan, termasuk oleh rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular