
Cadev Turun ke Level Terendah 2021, Rupiah Berbalik Stagnan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah yang menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan hari ini berbalik stagnan, bahkan sempat melemah. Cadangan devisa (cadev) Indonesia yang mengalami penurunan memberikan sentimen negatif bagi rupiah.
Pada Selasa (8/6/2021), rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.250/US$. Setelahnya, rupiah sempat berbalik melemah tipis 0,04%, sebelum stagnan di Rp 14.260/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Meski demikian, di sisa perdagangan hari ini rupiah berpeluang kembali menguat. Sinyal tersebut terlihat dari pergerakan rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.250,50 | Rp14.240,7 |
1 Bulan | Rp14.281,00 | Rp14.287,5 |
2 Bulan | Rp14.331,00 | Rp14.329,7 |
3 Bulan | Rp14.384,00 | Rp14.378,4 |
6 Bulan | Rp14.540,00 | Rp14.547,0 |
9 Bulan | Rp14.691,00 | Rp14.690,8 |
1 Tahun | Rp14.875,00 | Rp14.856,8 |
2 Tahun | Rp15.491,00 | Rp15.580,2 |
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa bulan Mei yang mengalami penurunan US$ 2,4 miliar ke US$ 136,4 miliar. Posisi tersebut merupakan yang terendah di tahun ini, sementara bulan sebelumnya merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Penurunan cadangan devisa tersebut juga merupakan yang terbesar sejak Maret 2020. BI mengatakan, penurunan tersebut disebabkan pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.
Meski BI menyebutkan posisi cadangan devisa masih tinggi, tetapi penurunan tersebut artinya berkurangnya amunisi untuk menstabilkan rupiah ketika mengalami gejolak.
Di sisi lain, dolar AS sedang galau sejak rilis data tenaga kerja pada Jumat malam pekan lalu, rupiah pun mampu menguat 0,21% ke Rp 14.260/US$ pada perdagangan kemarin. Peluang penguatan masih berpotensi berlanjut lagi pada perdagangan hari ini, Selasa (8/6/2021).
Data tenaga kerja AS yang dirilis cukup solid pada pekan lalu, meski demikian banyak analis yakin data tersebut masih belum cukup membuat bank sentral AS (The Fed) untuk mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
Presiden The Fed wilayah Cleveland, Lorreta Mester, juga menyatakan data tenaga kerja AS bagus tetapi masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneter.
"Saya melihat ini sebagai kemajuan yang terus dibuat pasar tenaga kerja, tentunya kabar yang sangat bagus. Tetapi, saya ini melihat kemajuan lebih jauh," kata Mester dalam acara "Squawk on the Street" CNBC International, Jumat (4/6/2021).
Alhasil, dolar AS yang sebelumnya ditopang oleh isu tapering menjadi kehilangan tenaganya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
