Rekor Tertinggi Kian Dekat, Wall Street Dibuka Variatif

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 June 2021 20:49
The outside of the New York Stock Exchange (NYSE) is seen in New York, U.S., April 2, 2018. REUTERS/Shannon Stapleton
Foto: REUTERS/Shannon Stapleton

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka menguat tipis cenderung variatif pada perdagangan Senin (7/6/2021), di tengah makin dekatnya upaya cetak rekor tertinggi baru sementara ekonomi diekspektasikan pulih secara moderat.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 62,15 poin (+0,18%) pada pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan selang 15 menit menjadi 43,9 poin (+0,13%) ke 34.800,25. S&P 500 berkurang 0,06 poin ke 4.229,83 dan Nasdaq surut 12,6 poin (-0,09%) ke 13.801,9.

Indeks S&P 500 kini berselisih 0,2% dari level tertinggi di tengah perdagangan pada Mei. Indeks acuan bursa tersebut menguat 0,6% pekan lalu sehingga sepanjang tahun berjalan tercatat menguat hingga lebih dari 12%.

Indeks saham sektor teknologi kembali melemah di pembukaan setelah saham Zoom dan Tesla anjlok masing-masing sebesar 1%. Sementara itu, saham Visa menguat 1%.

"Pasar saham kembali menguat menuju teritori rekor tertinggi menyusul laju pemulihan ekonomi yang terlihat berimbang," tutur Pasar Craig Johnson, Kepala Teknisi Piper Sandler, sebagaimana dikutip CNBC International.

Pemodal saat ini tengah diliputi optimisme menyusul angka pengangguran per Mei yang membaik menjadi 5,8% dari posisi April sebesar 6,1%. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja baru mencapai 559.000. Angka tersebut dinilai moderat, karena menunjukkan pemulihan ekonomi tanpa harus mengetatkan moneter.

Selanjutnya, pelaku pasar bakal memantau rilis indeks harga konsumen (IHK) per Mei pada Kamis. Inflasi April melesat 4,2% secara tahunan, menjadi laju yang tercepat sejak 2008. Jika inflasi terus menguat, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mulai mengetatkan kebijakan moneternya.

Investor juga terus memantau kesepakatan negara G-7 terkait dengan reformasi pajak secara global, menyerukan perlunya perusahaan-perusahaan besar lintas-negara membayar pajak minimal sebesar 15% dari laba mereka.

Mayoritas perusahaan teknologi global seperti Facebook dan Google menyetujui kesepakatan G-7 tersebut, mengingat angka itu masih lebih rendah dari proposal Presiden AS Joe Biden yang semula menginginkan tarif pajak 21%.

Saham-saham yang menjadi ajang perlawanan terhadap pelaku short-selling (jual kosong) kembali dominan. Pekan lalu, saham GameStop, AMC Entertainment dan BlackBerry berakhir di zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kebijakan Pajak Biden Perberat Pergerakan Dow Futures dkk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular