
Rusia Beri Sinyal Keluarkan Mata Uang Digital, Bukan Kripto

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren perdagangan digital, termasuk penggunaan mata uang digital sedang naik daun saat ini, apalagi setelah banyak orang yang menciptakan dan memperdagangkan instrumen investasi digital dalam bentuk koin tak kasat mata, yakni kripto.
Pada saat sendi ekonomi mulai bergerak secara online, mata uang digital akan menjadi masa depan sistem keuangan, seperti yang diutarakan oleh Gubernur Bank Sentral Rusia, Elvira Nabiullina.
Ia mengatakan bahwa kini hampir seluruh orang memerlukan sistem pembayaran yang cepat dan murah, dan mata uang digital bank sentral dapat mengisi celah itu.
"Saya kira ini masa depan sistem keuangan kita karena berkorelasi dengan perkembangan ekonomi digital saat ini," kata Nabiullina, dikutip dari CNBC International.
Rencananya pada Oktober mendatang, Moskow akan menerbitkan proposal riset konsultasi tentang rubel digital. Proposal ini diterbitkan dengan bertujuan untuk memiliki prototipe yang siap pada akhir tahun 2021.
"Uji coba dapat dimulai tahun depan", kata Nabiullina.
Sementara itu menurut mantan pejabat Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), Michael Greenwald menyatakan bahwa hal yang dilakukan oleh bank sentral Rusia dapat menjadi perhatian bagi AS.
"Yang membuat saya khawatir adalah jika Rusia, China, dan Iran masing-masing menciptakan mata uang digital bank sentral untuk beroperasi di luar dolar, maka bisa jadi negara-negara lain akan mengikuti mereka, dan itu akan mengkhawatirkan kami jika dolar tak lagi sebagai leader currency dunia." katanya kepada Hadley Gamble dari CNBC pada Rabu (2/6/2021) kemarin.
Mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) tentunya tidak sama dengan mata uang kripto, seperti Bitcoin. CBDC dikeluarkan dan dikendalikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini bank sentral. Adapun nilai satu rubel digital akan sama dengan satu rubel tunai.
Di Rusia, mata uang kripto dianggap ilegal semenjak tahun lalu dan kini masih dilarang untuk menjadi alat pembayaran.
"Kami akan melangkah step by step, karena proyek CBDC ini merupakan proyek yang tergolong sangat sulit." kata Nabiullina, dilansir dari CNBC International.
Tak hanya Rusia saja, banyak bank sentral di seluruh dunia sedang mengembangkan mata uang digital, yang menurut para advokat dapat mempromosikan inklusi keuangan dan membuat transaksi lintas batas lebih mudah.
Namun Nabiullina memprediksi akan ada tantangan untuk menemukan solusi bersama antara sistem keuangan yang telah dikembangkan secara mandiri oleh masing-masing negara.
"Jika setiap bank sentral membuat sistemnya sendiri, dengan menggunakan sistem teknologi standar lokal, maka akan sangat sulit untuk membuat beberapa interkoneksi antara sistem ini untuk memfasilitasi semua pembayaran lintas batas," katanya.
Melawan sanksi AS
Nabiullina juga mempertimbangkan sanksi AS, yang dia gambarkan sebagai risiko terus-menerus bagi Rusia.
Sebelumnya, pihak Washington telah menjatuhkan beberapa sanksi terhadap Rusia karena berbagai alasan selama bertahun-tahun, mulai dari dugaan meracuni politisi oposisi hingga dugaan campur tangan pemilu dan serangan siber.
"Itulah mengapa kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan makroekonomi kami secara keseluruhan, cukup konservatif," katanya Nabiullina, sebagaimana yang diwartakan oleh CNBC International.
"Cadangan devisa Moskow cukup besar, untuk menahan semua skenario keuangan atau skenario geopolitik, dan mungkin lebih beragam daripada cadangan negara lain, dan de-dolarisasi adalah bagian dari kebijakan luas kami untuk mengelola risiko mata uang asing," tambahnya.
Namun, para ahli mengatakan bahwa Rusia sudah menjauhi penggunaan dolar AS secara bertahap untuk melindungi diri dari efek sanksi yang dapat menyebabkan semua perusahaan multinasional menggunakan uang tersebut.
Pada tahun 2019, Anne Korin, direktur Institute for the Analysis of Global Security, mengatakan kepada CNBC International bahwa ada lembaga yang sangat kuat dan ingin melemahkan esensi sang greenback.
"China, Rusia, dan Uni Eropa memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan de-dolarisasi," katanya saat itu.
Nabiullina mengatakan dia melihat tren ke negara-negara yang memiliki cadangan internasional yang lebih beragam, tetapi kemungkinan akan bergeser perlahan.
"Itu akan terjadi, tetapi tidak terlalu cepat," katanya kepada CNBC International.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonom: BI Diproyeksi Terbitkan Uang Digital Dalam 2-3 Tahun