Bank Ogah Salurkan Kredit, Tunggu Suku Bunga Tinggi Dulu?

Market - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
31 May 2021 11:12
FILE PHOTO: An Indonesian Rupiah note is seen in this picture illustration June 2, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah memandang, turunnya suku bunga acuan tidak mampu mendorong tumbuhnya penyaluran kredit perbankan. Perlu ada kebijakan terobosan lainnya untuk meningkatkan penyaluran kredit.

Berdasarkan data empiris, pertumbuhan kredit tinggi sering terjadi ketika suku bunga acuan tinggi. Ada anomali hubungan suku bunga dan penyaluran kredit di Indonesia.

Pada 2018, pertumbuhan kredit meningkat menjadi 12,45% dari sebelumnya 8,1%. Itu terjadi justru ketika Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan dari 4,25% menjadi 6,25%.

Sebelumnya lagi pada 2011, pertumbuhan kredit bisa mencapai angka tertinggi 24,59% justru ketika suku bunga acuan BI masih sangat tinggi yaitu sebesar 6,75%.

"Anomali hubungan suku bunga acuan dan penyaluran kredit perbankan ini menyiratkan bahwa kebijakan suku bunga tidak selalu efektif dalam mendorong pertumbuhan kredit. Diperlukan kebijakan-kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan," jelas Piter melalui siaran resminya kepada CNBC Indonesia, Senin (31/5/2021).

Penyaluran kredit perbankan di tengah pandemi saat ini lebih ditentukan oleh permintaan kredit. Sementara turunnya suku bunga tidak mampu meningkat permintaan kredit tersebut.

"Terbatasnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat dan produksi dunia usaha mengalami penurunan yang signifikan."

"Tidak heran jika kebutuhan pembiayaan baik untuk konsumsi maupun produksi juga turun drastis, dan permintaan kredit menjadi sangat terbatas. Walaupun ada permintaan kredit, risiko nya juga tinggi dan harus diwaspadai," jelas Piter.

Sementara itu, bank yang memilih menempatkan dananya di SBN, kata Piter tidak dapat disalahkan. Pasalnya mereka harus memastikan adanya penerimaan yang cukup guna membayar bunga kepada masyarakat pemilik dana.

Bank, kata Piter tidak perlu dipaksa menyalurkan kredit. Mereka akan kembali menyalurkan kredit ketika ada permintaan dan risiko kredit diyakini dapat dikelola.

"Memaksakan bank menyalurkan kredit justru bisa berdampak negatif meningkatkan risiko kegagalan bank," kata Piter melanjutkan.

Sebelumnya, Bank Indonesia menilai penurunan suku bunga perbankan saat ini belum turun signifikan. Dikhawatirkan hal tersebut akan membuat pemulihan ekonomi berjalan lambat.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung dalam Peluncuran Buku Kebijakan Makroprudensial di Indonesia, Jumat (28/5/2021).

"Sebagai upaya melakukan pemulihan, kalau suku bunga gak turun-turun, maka pemulihan akan berjalan lambat. BI sudah turunkan cukup signifikan sampai sekarang 3,5%," jelas Juda.

"Suku bunga kredit di bulan Maret hanya turun 0,48%. Secara tahunan SBDK sudah turun 1,74% atau 174 basis poin. Total suku bunga kredit baru hanya turun 0,9%," kata Juda melanjutkan.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bunga Acuan BI Turun Banyak, Kok Bunga Bank Masih Tinggi?


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading