
Short Selling Kembali Minta Tumbal, Bandar Ini Rugi Rp 17,6 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Transaksi jual kosong (short selling) kembali menelan korban di Negeri Paman Sam. Kenaikan harga saham AMC Entertainment yang sering 'dipompom' di media sosial (meme stock) membuat tekor bandar yang berencana mengguyur saham ini.
CNBC International melaporkan ketika harga saham AMC Entertainment melesat 116% dalam seminggu terakhir, investor atau bandar yang mengambil posisi short diperkirakan mengalami kerugian setara US$ 1,23 miliar untuk menutup posisinya.
Asumsikan US$ 1 setara dengan Rp 14.300, maka kerugiannya mencapai hampir Rp 17,6 triliun. Sebuah angka yang fantastis untuk kurun waktu perdagangan 5 hari.
Sebagai informasi transaksi short berbeda dengan long. Pada prinsipnya ketika investor membeli suatu saham dan berharap mendulang cuan ketika harganya naik maka transaksi ini masuk dalam kategori long.
Sebaliknya ketika investor berusaha untuk menjual suatu aset berharap harganya turun dan melakukan pembelian kembali (buyback), maka transaksi ini disebut sebagai short selling atau singkatnya short.
Selisih antara harga jual dan buyback akan menjadi keuntungan seorang trader atau investor. Pihak yang melakukan short selling biasanya tak memiliki saham yang ingin dijual maka harus meminjam dari pihak lain yang biasanya melibatkan peranan pialang/broker.
Transaksi short selling sendiri biasanya dilakukan jika seorang investor menilai suatu aset sudah termasuk overvalued atau kemahalan. Dalam rangka mencari untung mereka berusaha membuat harga saham tersebut jatuh dengan cara 'berjualan'.
Kira-kira sederhananya begini, seorang investor yang tak memiliki saham A melihat bahwa harga saham tersebut jauh di atas fundamental dan valuasi wajarnya. Let's say nilai wajar saham A berada di US$ 5/lembar tetapi harganya di pasar sekarang US$ 10/lembar. Artinya saham A ditransaksikan sangat premium di pasar sekunder.
Agar mengembalikan harganya ke nilai wajar, investor tersebut meminjam saham A dari orang lewat perantara broker dengan volume yang besar guna mempengaruhi harga di pasar. Investor tersebut mulai menjual saham A di berbagai harga mulai dari US$ 9, US$ 8 dan seterusnya.
Aksi jual ini diharapkan bakal mengerek turun harga saham A. Apabila saham tersebut harganya sudah turun drastis maka investor tadi akan membeli lagi saham tersebut dan mengembalikannya. Selisihnya adalah keuntungan bagi investor setelah dikurangi biaya transaksi, jasa dan hal-hal lain.
Short selling selain bisa membuat market menjadi lebih efisien juga menuai kontroversi karena dulu ketika harga saham jatuh secara signifikan biasa dikaitkan dengan aktivitas ini.
Namun sekarang zaman sudah berubah. Sejak pandemi Covid-19 para short seller justru harus merasakan pedihnya menanggung rugi dalam nominal yang besar.
Mulai dari fenomena GameStop hingga sekarang AMC Entertainment adalah bukti bahwa transaksi short seller memiliki risiko yang besar apalagi saham yang di-short sedang hype di media sosial.
Melansir CNBC International, saham AMC Entertainment menjadi saham yang paling aktif ditransaksikan di New York Stock Exchange.
Setidaknya dalam sepekan ini sebanyak 650 juta lembar saham AMC Entertainment telah berpindah tangan, jauh melampaui rata-rata volume transaksi harian dalam 30 hari terakhir yang hanya di kisaran 100 juta lembar saja.
Di saat pandemi Covid-19 melanda kinerja AMC Entertainment sendiri sangatlah mengecewakan. Apalagi AMC Entertainment diketahui memiliki utang mencapai US$ 5 miliar dan harus menunda pembayaran leasing sekitar US$ 450 juta. Inilah yang membuat para short seller melirik saham ini.
Namun sayang seribu sayang, bukannya untung tetapi malah buntung yang didapat. Ini menjadi salah satu pelajaran berharga bahwa seringkali pergerakan pasar sangatlah tidak rasional.
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Eropa Dibuka Melemah, Tertular Kecemasan Wall Street