Duit Rp 1,3 T Masuk ke Pasar Saham, Rupiah Ikut Girang!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 May 2021 15:37
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sukses membalikkan keadaan melawan melawan dolar Amerika Serikat (AS)pada perdagangan Jumat (28/5/2021). Tertekan sepanjang perdagangan, rupiah sukses berbalik dan membukukan penguatan mingguan. Aliran modal yang masuk ke dalam negeri membuat rupiah perkasa lagi hari ini. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.285/US$. Setelahnya rupiah melemah hingga 0,21% ke Rp 14.315/US$, tetapi perlahan bangkit dan nyaris berbalik menguat sebelum tengah hari.

Mata uang Garuda perlu waktu hingga beberapa menit sebelum perdagangan berakhir untuk berbalik menguat. Di akhir perdagangan, rupiah berada di Rp 14.280/US$, menguat tipis 0,04% di pasar spot.

Dengan penguatan tersebut total sepanjang pekan ini rupiah menguat 0,49%, dan kembali ke jalur positif setelah pekan lalu menghentikan penguatan 4 pekan beruntun.

Meski demikian, dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, kinerja rupiah menjadi salah satu yang paling bawah. Hingga pukul 15:07 WIB, rupiah hanya lebih baik dari yen Jepang yang melemah 0,03%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Fakta mayoritas mata uang utama Asia menguat hari ini menunjukkan dolar AS masih tertekan. Indeks dolar AS sedang mengalami tekanan belakangan ini. Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut melemah 0,08%. Sementara pagi tadi indeks dolar AS sempat menguat hingga 0,15%, sebelum terpangkas hingga 0,04% sore ini.

Dolar AS sedang tertekan belakangan ini setelah pejabat-pejabat bank sentral AS (The Fed) memproyeksikan inflasi masih akan rendah dalam beberapa waktu ke depan, meski ada lonjakan tetapi hanya bersifat sementara.

Jika inflasi masih rendah, artinya kebijakan moneter ultra-longgar masih akan dipertahankan, dan dolar AS masih akan tertekan.

"Betul, kita akan melihat inflasi yang lebih tinggi. Namun sebagian besar bersifat temporer. Akan tiba saatnya kita akan bicara soal perubahan kebijakan moneter, tetapi tidak sekarang saat pandemi belum usai," kata James Bullard, Presiden The Fed cabang St Louis, dalam wawancara dengan Yahoo Finance.

AS akan merilis data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE), yang merupakan inflasi acuan bagi The Fed. Hasil survei Reuters menunjukkan inflasi inti PCE diprediksi tumbuh 2,9% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 1,8% yoy.

Jika rilis tersebut sesuai ekspektasi, maka akan menjadi kenaikan tertinggi sejak pertengahan 1993.

Sementara itu rupiah mendapat tenaga menguat dari membaiknya sentimen pelaku pasar yang memicu capital inflow.
Di pasar saham, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 343 miliar di pasar reguler, dan sekitar RP 1,3 triliun termasuk di pasar nego dan tunai.

Sementara di pasar obligasi, masuknya aliran modal terindikasi dari penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN). Yield SBN tenor 10 tahun turun 1,9 basis poin ke 6,426%.

Yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Ketika harga sedang naik, artinya terjadi aksi beli, yang bisa menjadi indikasi capital inflow.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular