
Simak! Begini Rencana IBC Jadi Pemain Electric Battery Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Baterai atau yang dikenal Indonesia Battery Corporation (IBC) bercita-cita tidak hanya jadi pemain dalam negeri saja, namun juga menjadi pemain dunia. Bukan tanpa alasan masih minimnya pasar dalam negeri membuat IBC perlu melakukan ekspansi pasar.
Ketua Tim Percepatan Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan pasar luar negeri menginginkan produk baterai kendaraan listrik berkualitas tinggi. Oleh karena itu, hal ini akan menjadi konsen dari IBC dalam memproduksi baterai.
Dia menyebut perlu penguasaan teknologi yang tinggi dan juga riset dan pengembangan baterai yang berkelanjutan. Teknologi dalam negeri, imbuhnya, belum bisa secara mandiri untuk memproduksi baterai mobil listrik.
Sehingga diperlukan mitra strategis yang menjadi anggota konsorsium untuk mengadaptasi teknologinya. Saat ini menurutnya ada 11 perusahaan yang tengah didekati.
"Paling tidak ada dua perusahaan yang intens berbicara dengan kita. Teknologi itu nanti berasal dari partner kita, di mana dalam perjanjian kerja sama ada transfer teknologi yang dilakukan," kata Agus dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (24/5/2021).
Agus juga tidak menampik bahwa siklus teknologi itu berumur pendek dan cepat berubah, sehingga IBC juga perlu riset dan pengembangan (Research and Development/ R&D) yang matang untuk bersaing di tingkat dunia.
"Kita harus punya R&D di tingkat dunia yang harus kita kembangkan. Nantinya kalau kita kawinkan perusahaan yang kita bangun, IBC bisa menggawangi dan melakukan penetrasi bisnis di tingkat dunia," kata Agus yang juga Komisaris Utama MIND ID.
Lebih lanjut dia mengatakan pasar ekspor ini menjadi kunci selama pasar dalam negeri masih kecil permintaanya. Untuk menyamai kapasitas baterai dan permintaan dalam negeri dibutuhkan waktu yang panjang.
"Demand dalam negeri masih butuh waktu yang panjang untuk menyamai kapasitas pabrik baterai. Target pengguna mobil listrik hanya sekitar 400 ribu unit di 2025 dengan kebutuhan 16,3 Giga Watt hours (GWh), sementara produksi nanti bisa mencapai 30 Giga Watt hours," jelasnya.
IBC menargetkan pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang menghasilkan salah satu komponen baterai akan mulai dibangun pada tahun 2022 mendatang. Agus menyebut saat ini pihaknya masih berkomunikasi dengan calon mitra.
Pada penghujung tahun ini ditargetkan bisa mulai melakukan uji kelayakan (feasibility study/ FS) dan pada tahun depan ditargetkan desain teknis tuntas, sehingga bisa mulai membangun pabrik HPAL.
"Pabrik HPAL diharapkan bisa selesai dua tahun, akhir 2024 sudah terealisasi, sehingga kita bisa dapatkan komponen untuk proses selanjutnya, precursor dan katoda baterai," ungkapnya.
Agus melanjutkan, sampai 2030 ditargetkan IBC akan membangun 30 Giga Watt hours (GWh) baterai. Selanjutnya, akan dibangun pabrik baterai hingga berkapasitas 140 GWh.
"Kapasitas akan ada secara bertahap, karena pasar belum besar. Realitanya kita harus bertahap. Sampai 2030 nanti kita akan membangun 30 Giga Watt hours, selanjutnya kita akan bangun 140 Giga Watt hours seiring dengan berkembangnya pasar dalam negeri maupun luar," tuturnya.
Sebelumnya pembentukan IBC sudah resmi diumumkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir sudah pada 26 Maret 2021 lalu. IBC merupakan perusahaan patungan dari empat BUMN.
Di antaranya Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID (PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum), lalu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Kepemilikan saham dari masing-masing BUMN ini adalah 25%. (*)
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IBC Tonggak Baru Industri RI, Begini Sejarah Baterai Listrik