Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura bergerak melemah di perdagangan pasar spot. Sepertinya rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mulai membebani mata uang Tanah Air.
Pada Senin (24/5/2021) pukul 11:05 WIB, SG$ 1 dihargai Rp 10.788,37. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sepanjang pekan lalu, dolar Singapura menguat 1,13% di hadapan rupiah secara point-to-point. Tren penguatan mata uang Negeri Singa masih bisa bertahan pada awal pekan ini.
Namun sebelum itu, dolar Singapura melemah tiga pekan beruntun di hadapan mata uang Merah Putih. Selama periode tersebut, depresiasi dolar Singapura terhadap rupiah mencapai 2,58%.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin dolar Singapura masih punya ruang untuk menguat. Pasalnya, depresiasi yang mencapai lebih dari 2% itu belum tertebus.
Halaman Selanjutnya --> Pasokan Devisa Tak Lagi Melimpah
Dari sisi fundamental, pelemahan rupiah bisa dimaklumi. Pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa atau transaksi berjalan (current account) memang tidak sebanyak dulu lagi.
Pada kuartal III dan IV tahun lalu, transaksi berjalan Indonesia berhasil membukukan surplus untuk kali pertama sejak 2011. Namun seiring impor yang kembali deras seiring pemulihan aktivitas ekonomi, transaksi berjalan kembali ke zona defisit.
Pada kuartal I-2021, neraca barang memang masih surplus US$ 7,91 miliar. Namun sudah tidak bisa menutup defisit di neraca jasa (-US$ 3,42 miliar) dan pendapatan primer (6,92 miliar). Jadilah transaksi berjalan kembali ke zona defisit yaitu minus US$ 996,83 juta atawa 0,36% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Sejalan dengan kinerja ekspor yang positif dan permintaan domestik yang melanjutkan perbaikan, kinerja impor juga meningkat cukup tinggi sehingga menahan surplus neraca barang lebih lanjut. Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat, antara lain disebabkan oleh defisit jasa transportasi yang melebar akibat peningkatan pembayaran jasa freight seiring kenaikan impor barang. Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer tercatat lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan sebelumnya sejalan dengan penurunan pembayaran kupon dan dividen investasi portofolio," papar keterangan tertulis Bank Indonesia (BI).
Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang karena menggambarkan ketersediaan devisa dari pos yang lebih berdimensi jangka panjang yaitu perdagangan. Berbeda dengan transaksi modal dan finansial, yang walau sama-sama mencerminkan pasokan valas, tetapi yang ini kebanyakan datang dari investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money. Sifat hot money tidak berjangka panjang, bisa datang dan pergi kapan saja.
Jadi, saat ini Indonesia sudah tidak punya kemewahan limpahan pasokan valas dari perdagangan. Dengan ekonomi yang semakin membaik, impor akan semakin deras sehingga meningkatkan kebutuhan valas di dalam negeri. Saat kebutuhan valas naik, otomatis rupiah akan tertekan, termasuk di hadapan dolar Singapura.
TIM RISET CNBC INDONESIA