
Selain RI, Bursa Mana yang Bakal Tampung IPO Raksasa GoTo?

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa jasa pembayaran digital dan ride-hailing Gojek dan pemain besar e-commerce Tanah Air Tokopedia baru saja mengumumkan penggabungan perusahaan (merger) di bawah panji perusahaan holding GoTo Group.
Sejurus dengan itu, GoTo nantinya berencana akan melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) tahun ini.
Hal ini secara blak-blakan disampaikan oleh CEO Gojek Kevin Aluwi dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia TV.
"Kami juga punya rencana melantai ke bursa dalam waktu dekat," kata Kevin, Selasa (18/5/2021).
Lebih lanjut, William menyebutkan bahwa rencana IPO ini akan dilakukan secara dual listing atau tercatat di dua bursa saham sekaligus, salah satunya adalah di Bursa Efek Indonesia (BEI) namun tapi menyebut bursa lain yang akan menjadi tujuan perusahaan.
Lalu pertanyannya, selain bakal 'manggung' di BEI, GoTo akan mencatatkan saham di bursa mana?
Apakah di Bursa Singapura (SGX) atau di bursa Wall Street Amerika Serikat (Nasdaq atau NYSE)?
Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia akan mencoba menjajaki kemungkinan dual listing GoTo. Tim Riset CNBC Indonesia melihat GoTo akan mengarahkan tujuannya ke Wall Street, alih-alih bursa Negeri Singa.
Pertama, dilansir dari Bloomberg (17/5), Presiden Tokopedia Patrick Cao mengatakan GoTo akan mengejar target listing pada akhir tahun ini baik di bursa Tanah Air maupun AS.
Memang, rencana dual listing emiten di bursa Indonesia dan AS ini pernah punya preseden sebelumnya. Sebut saja, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang juga tercatat di bursa New York Stock Exchange (NYSE) sejak 14 November 1995.
Selain emiten 'halo-halo' pelat merah tersebut, emiten telko lainnya PT Indosat Tbk (ISAT) juga sempat listing di NYSE sejak 1994, kendati sudah delisting pada pertengahan 2013 dari Wall Street.
Selain dua raksasa telekomunikasi tersebut, perusahaan migas asal Indonesia, Indonesia Energy Corporation Limited, juga melantai di Wall Street (NYSE) sejak 19 Desember 2019, kendati tidak dual listing di bursa domestik.
Tidak hanya itu, perusahaan besutan Jack Ma, Alibaba, yang merupakan investor GoTo, juga listing di NYSE sejak 2014 lalu. Sebagai informasi bursa AS memiliki dua bursa utama yakni NYSE dan Nasdaq (khusus saham-saham teknologi) yang biasa dikenal dengan Wall Street.
Memang, apabila dibandingkan dengan bursa lainnya, termasuk Bursa Singapura, bursa Wall Street tergolong bursa acuan pasar global dan sudah mature. Kapitalisasi pasar (market cap) duo bursa raksasa AS, NYSE dan Nasdaq mengungguli semua bursa dunia lainnya.
Per Mei 2021, market cap NYSE mencapai US$ 26,23 triliun, sementara Nasdaq sebesar US$ 19,79 triliun. Angka ini jauh di atas kapitalisasi pasar Bursa Singapura yang senilai US$ 701,73 miliar dan BEI yang sebesar US$ 484,18 miliar.
NEXT: Kenapa Harus Wall Street?
Seiring dengan sedang hot-nya suatu emiten bergabung dengan suatu perusahaan cek kosong alias special purpose acquisition company (SPAC) akhir-akhir ini, Wall Street dinilai lebih punya aturan main soal SPAC yang jelas dan teruju ketimbang Bursa Singapura yang sedang melakukan finalisasi aturan SPAC.
Beberapa perusahaan AS yang listing via SPAC, seperti unicorn WeWork, OpenDoor atau Nikola Motor co.
Asal tahu saja, SPAC adalah perusahaan 'cek kosong' yang mengumpulkan modal semata-mata untuk mengakuisisi entitas swasta dengan tujuan menjadikannya perusahaan publik alias IPO di bursa saham.
Dari Tanah Air, Anak usaha dari PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV), PT Asia Vision Network (AVN) bakal melakukan IPO di Bursa Nasdaq melalui SPAC.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan perusahaan, listing akan dilakukan melalui Malacca Straits Acquisition Company Limited (MLAC). Nantinya, AVN akan menggantikan MLAC untuk listing di bursa Nasdaq.
Setelah AVN menggantikan MLAC di Nasdaq, MLAC akan digabungkan dengan anak usaha perusahaan yakni MNC Entertainment Limited (MEL).
Selain itu, unicorn penyedia jasa aplikasi penginapan dan travel Indonesia, Traveloka, juga berencana melantai di bursa saham Amerika Serikat (AS) atau bursa Wall Street via SPAC tahun ini.
Traveloka bakal mengikuti jejak pesaing Gojek, penyedia ride-hailing asal Singapura, Grab Holdings, yang juga berencana bergabung dengan perusahaan cek kosong Altimeter Growth Corp di AS tahun ini. IPO ini disebut bisa membuat nilai ekuitas Grab akan naik menjadi US$39,6 miliar.
Sebelumnya, induk e-commerce pesaing Tokopedia, Shopee , Sea Ltd, sudah lebih dulu 'nangkring' di NYSE pada 2017 silam.
Melihat ini, dual listing di Wall Street tentu akan lebih prestisius bagi GoTo, di hadapan dua pesaing besarnya tersebut, Grab dan Sea Ltd.
Alasan lainnya, kenapa GoTo bakal cenderung melantai di Wall Street adalah para investor kelas paus yang ada di belakangnya beraromakan sangat 'Paman Sam'. Sebut saja, Alibaba Group yang melantai di AS, BlackRock, Facebook, Google, PayPal, Visa. Selain itu, GoTo juga ditopang Softbank asla Jepang, yang juga berada di balik Grab.
Tidak hanya itu, merger Gojek-Tokopedia pun dibantu oleh tangan-tangan institusi keuangan raksasa AS. Goldman Sachs Group di pihak Gojek, sementara Citigroup Inc. membantu Tokopedia.
Terakhir, mengingat GoTo tampaknya bakal membidik dana IPO yang jumbo, maka bursa Wall Street tentu bakal jadi pilihan yang bijak, lantaran banyak investor kakap dan fund-fund gede 'nongkrong' di sana.
Kendati pihak GoTo tak mengungkap informasi valuasi GoTo Group, tetapi diketahui Gojek dan Tokopedia telah mengumpulkan dana sebesar US$8,2 miliar dari investor.
Sementara itu laporan CBInsightspada April 2021 lalu, Gojek memiliki valuasi US$10 miliar dan Tokopedia US$7 miliar. Valuasi GoTo Group bisa lebih besar lagi setelah merger dilakukan.
Menurut perhitungan Bloomberg, valuasi gabungan Gojek-Tokopedia akan menghasilkan nilai kapitalisasi pasar senilai US$ 35 miliar sampai dengan US$ 40 miliar atau kisaran Rp 490 triliun - Rp 560 triliun (asumsi kurs US$1 = Rp 14.000).
Jika target dana yang dihimpun dalam IPO sebesar 10% saja dari valuasi keduanya, nilainya bakal mencapai Rp 49 triliun sampai dengan Rp 56 triliun. Ini bakal jadi IPO jumbo dan memencahkan rekor IPO bursa domestik.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, rekor IPO terbesar masih dipegang oleh PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang mencatat IPO terbesar pada 2008 yakni Rp 12,24 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada GoTo, Gojek Blak-blakan soal Rencana IPO di Bursa
