
Ekonomi Jepang Ambruk -5,1%, Rupiah Kurang Gairah

Sementara dari sisi eksternal, mood investor juga kebetulan sedang jelek. Di Asia, data ekonomi terbaru tidak menggembirakan.
Pada kuartal I-2021, ekonomi Jepang tumbuh negatif (terkontraksi) 1,3% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu -1,2% qtq apalagi dibandingkan kuartal IV-2020 yang tumbuh 2,8% qtq.
Secara kuartalan yang disetahunkan (annualized), Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang tumbuh -5,1%. Jauh memburuk ketimbang kuartal pamungkas 2020 yang tumbuh 12,7%, juga lebih parah dibandingkan konsensus Reuters yang memperkirakan di -4,6%. Ini adalah kontraksi pertama sejak kuartal II-2020.
Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) kembali 'bergentayangan' di Negeri Matahari Terbit. Ini membuat pemerintah kembali memberlakukan kondisi darurat di sejumlah kota besar, termasuk Ibu Kota Tokyo.
Pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat membuat permintaan anjlok. Konsumsi rumah tangga tumbuh -1,4% qtq pada kuartal I-2021, memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbun]h 2,2% qtq. Investasi juga mengalami kontraksi, tumbuh -1,4% qtq.
Sedangkan bursa saham New York terlihat kurang bergairah. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,16%, S&P 500 terkoreksi 0,25%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,38%. Melemah, tetapi relatif terbatas.
Well, rasanya memang belum ada sentimen besar yang mampu menggerakkan pasar. Saat-saat seperti ini adalah yang terbaik untuk mencairkan keuntungan. Mumpung pasar lagi sepi, lebih baik jual-jual dulu.
Sejak awal kuartal II-2021, DJIA sudah melonjak 4,25%. Dalam periode yang sama, S&P 500 dan Nasdaq melesat masing-masing 5,08% dan 0.98%. Melepas 'barang' saat pasar sepi sentimen adalah hal yang sangat rasional.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
