Rupiah Lemah, Dolar AS Balik ke Rp 14.200!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 May 2021 09:02
ilustrasi uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Harap maklum, rupiah sudah lama absen dari pasar karena rangkaian libur Idul Fitri.

Pada Senin (17/5/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.200 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur lebaran.

Minggu lalu, rupiah hanya diperdagangkan dua hari di pasar spot. Dalam waktu yang singkat itu, mata uang Tanah Air berhasil menguat 0,84% di hadapan dolar AS.

Absen selama tiga hari perdagangan plus akhir pekan membuat rupiah melewatkan banyak sentimen penggerak pasar. Misalnya data inflasi dan ketenagakerjaan terbaru di Negeri Paman Sam.

Pada April 2021, laju inflasi AS secara bulanan (month-to-month/mtm) adalah 0,8%. Ini adalah yang tertinggi sejak Juni 2009.

Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Negeri Paman Sam berada di 4,2%. Ini adalah yang tertinggi sejak Juni 2008.

Inflasi disebabkan oleh permintaan konsumen yang membludak seiring Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden dan masifnya vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Namun di sisi lain, dunia usaha belum siap sehingga produksi masih terbatas. Akibatnya ya harga pasti naik, inflasi namanya,

"Ini adalah tanda bahwa kita punya masalah inflasi. Dunia usaha punya kemampuan untuk meningkatkan kapasitas, hanya butuh waktu untuk membuatnya kembali normal," kata Robert Barbera, Direktur di Johns Hopkins University Center for Financial Economics, seperti dikutip dari Reuters.

Masih terbatasnya penciptaan lapangan kerja terlihat dari data tunjangan pengangguran. Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 8 Mei 2021 berkurang 34.000 menjadi 473.000. Angka ini di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 490.000.

"Dari sisi suplai, ekonomi diibaratkan masih mengikat tali sepatu, belum berlari. Namun nantinya pasti akan ada peningkatan produksi sehingga mampu memenuhi permintaan," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Advisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya --> Suku Bunga Bakal Naik Lebih Cepat?

Dua data tersebut menjadi angin segar bagi dolar AS. Sebab tekanan inflasi (walau lebih disebabkan oleh dorongan biaya produksi/cost-push inflation) membuat pelaku pasar kian berani memperkirakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bisa saja menaikkan suku bunga acuan lebih cepat, tidak 2023 atau 2024 seperti perkiraan semula.

Mengutip CME FedWatch, kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjad 0,25-0,5% pada akhir tahun ini adalah 86,1%. Ini adalah yang tertinggi dalam sebulan terakhir.

fedSumber: CME FedWatch

Saat suku bunga naik, maka imbalan berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut terungkit. Mata uang Negeri Adidaya pun menjadi 'primadona' di pasar, diborong oleh investor sehingga nilai tukarnya menguat.

Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,18% secara point-to-point. Pagi ini, pukul 07:39 WIB, indeks tersebut masih menguat 0,07%.

Berlanjutnya keperkasaan dolar AS membuat rupiah sulit untuk menandingi. Apalagi mata uang Ibu Pertiwi baru saja pulang dari 'liburan', masih jetlag.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular