Dolar AS Sedang Garang! Tapi Mata Uang Asia Tahan Banting

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 May 2021 13:02
Ilustrasii Dollar AS (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasii Dollar AS (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sedang garang sejak Rabu kemarin, tetapi mata uang utama Asia ternyata tahan banting. Hingga Kamis (13/5/2021) siang pelemahannya kurang dari 1%, bahkan beberapa ada yang menguat.

Melansir data Refinitiv, pada pukul 12:28 WIB, rupee India menjadi mata uang utama Asia yang pelemahannya paling besar. Tetapi, itupun hanya 0,1%, sementara mata uang lainya lebih tipis lagi. Dolar Taiwan bahkan mampu menguat 0,24%, won Korea Selatan

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Indeks dolar AS melesat tajam setelah rilis data inflasi yang jauh lebih tinggi dari perkiraan. Indeks yang digunakan untuk mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,63%, dan masih berlanjut 0,03% siang ini ke 90,742.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebesar 3,6%.

Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.

Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.
Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.

Alhasil data tersebut kembali memunculkan spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneternya lebih cepat dari perkiraan, dolar AS pun mengamuk.

The Fed dalam rapat kebijakan moneter bulan April lalu memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,25% serta program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan. Suku bunga The Fed baru akan dinaikkan setidaknya di tahun 2023.

The Fed menetapkan target inflasi rata-rata 2%, jika dalam beberapa bulan ke depan inflasi konsisten di atas target tersebut, bukan tidak mungkin The Fed dalam waktu dekat mempertimbangkan mengurangi nilai QE atau yang dikenal dengan istilah tapering.

Selain itu, data dari perangkat FedWatch CME Group menunjukkan pelaku pasar kini melihat ada peluang sebesar 13% suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,5% di bulan Desember nanti. Probabilitas tersebut mengalami kenaikan cukup signifikan, sebab dalam beberapa pekan terakhir masih 1 digit persentase saja. Selain itu ada probabilitas setengah persen suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,75%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Klaim Bitcoin Tak Layak Gantikan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular