
Dolar AS Ngamuk! Rupiah Melemah di Pasar Luar Negeri

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia hari ini libur Hari Raya Idul Fitri, tetapi nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar non-deliverable forward (NDF) mengalami pelemahan. Dolar AS yang ngamuk setelah rilis data inflasi membuat rupiah tertekan.
Berikut perbandingan kurs NDF pada hari Selasa sebelum pasar dalam negeri ditutup dengan pagi ini.
Periode | Kurs Selasa (13/5/2021) Pukul 14:54 WIB | Kurs Kamis (15/5/2021) Pukul 9:36 WIB |
1 Pekan | Rp14.186,9 | Rp14.199,0 |
1 Bulan | Rp14.214,0 | Rp14.217,0 |
2 Bulan | Rp14.265,0 | Rp14.268,0 |
3 Bulan | Rp14.318,0 | Rp14.321,0 |
6 Bulan | Rp14.480,0 | Rp14.476,0 |
9 Bulan | Rp14.632,0 | Rp14.622,0 |
1 Tahun | Rp14.805,9 | Rp14.821,0 |
2 Tahun | Rp15.501,0 | Rp15.473,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Artinya ketika di pasar NDF melemah, maka nilai tukar rupiah kemungkinan besar akan ikut melemah jika pasar dalam negeri tidak libur.
Pelemahan rupiah di pasar NDF dipicu oleh penguatan tajam indeks dolar AS setelah rilis data inflasi. Melansir data Refinitiv, indeks yang digunakan untuk mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,63% ke 90,713.
Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan April melesat atau mengalami inflasi 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Rilis tersebut jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei Dow Jones sebebsar 3,6%.
Sementara dari bulan Maret atau secara month-to-month (mtm) tumbuh 0,8%, juga jauh lebih tinggi dari survei 0,2%.
Sementara inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan tumbuh 3% yoy dan 0,9% mtm, lebih dari dari ekspektasi 2,3% yoy dan 0,3% mtm.
Kenaikan inflasi secara tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 2008, sementara secara bulanan terbesar dalam 40 tahun terakhir.
Alhasil data tersebut kembali memunculkan spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneternya lebih cepat dari perkiraan, dolar AS pun mengamuk.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch CME Group, pelaku pasar kini melihat ada peluang sebesar 13% suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,5% di bulan Desember nanti. Probabilitas tersebut mengalami kenaikan cukup signifikan, sebab dalam beberapa pekan terakhir masih 1 digit persentase saja. Selain itu ada probabilitas setengah persen suku bunga akan dinaikkan menjadi 0,75%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021